kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   13.000   0,91%
  • USD/IDR 15.116   161,00   1,05%
  • IDX 7.763   -141,93   -1,80%
  • KOMPAS100 1.198   -9,98   -0,83%
  • LQ45 975   -4,69   -0,48%
  • ISSI 227   -2,51   -1,09%
  • IDX30 498   -2,25   -0,45%
  • IDXHIDIV20 600   -1,67   -0,28%
  • IDX80 137   -0,73   -0,53%
  • IDXV30 140   -0,48   -0,34%
  • IDXQ30 167   -0,36   -0,22%

Klik, pundi-pundi para buzzer pun terisi


Rabu, 06 November 2013 / 19:25 WIB
ILUSTRASI. Para pemimpin negara G7 di KTT G7 di Brussels, Belgia, 24 Maret 2022. Michael Kappeler / Pool via REUTERS


Reporter: Anastasia Lilin Y, Umar Idris, Andri Indradie | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Mau dapat sepatu kayak yang saya pakai ini? Ikut kompetisinya, yuk, di sini! Begitu kira-kira bunyi ocehan salah seorang artis ibukota kenamaan di akun Instagram sambil memamerkan kedua kaki yang bersepatu, akhir September lalu.

Karena akun Instagram dia ditautkan ke Twitter, ocehan tersebut otomatis terbaca di timeline Twitter para pengikut (followers). Tak lupa, dalam celotehannya sang artis menyebut (mention) pula akun si pemilik produk.

Anda para pengguna Instagram atau Twitter yang kebetulan mengikuti akun sejumlah artis, pasti tak heran pada ocehan serupa itu. Ada followers yang merespon ocehan tersebut, tapi sebagian yang lain hanya membaca sepintas lalu.

Sekilas tak ada yang aneh dengan ocehan bernada ajakan atau sanjungan semacam itu. Namun, tahukah Anda bahwa ada aroma jutaan rupiah di balik ocehan sederhana semacam itu? Ini bisa terjadi tatkala mereka mengoceh berdasar pesanan. Dengan kata lain, kicauan twit yang mereka ocehkan adalah kicauan komersial.

Salah seorang sumber membisikkan kepada KONTAN tentang beberapa nama artis yang kerap diminta menjadi buzzer atau mereka yang berkomentar di media sosial dengan bayaran. Konon, sejauh ini tarif termahal buzzer artis dipegang oleh Agnes Monica, Rp 20 juta sekali berkicau alias ngewit. Maklum, jumlah followers Agnes sudah mencapai 9,19 jutaan.

Sherina Munaf, dengan pengikut di Twitter sekitar 6,89 juta konon dibayar Rp 16 juta untuk satu twit berbayar. Lalu ada penyanyi solo Afgansyah Reza yang kabarnya juga mematok tarif menggiurkan, sekali berkicau Rp 15 juta. Jumlah pengikut pelantun tembang Panah Asmara ini 5,34 juta orang.

Komedian dan penulis Raditya Dika juga tersenyum manis usai menge-twit berbayar. Bagaimana tidak, ada yang bilang tarif dia sebagai buzzer konon antara Rp 5 juta hingga Rp 7 juta. Jumlah followers Raditya sekitar 5,96 juta.

Tak perlu menunggu hingga koleksi followers jutaan orang, presenter dan komedian Melaney Ricardo juga dikenal sebagai buzzer. Dengan jumlah pengikut “cuma” berkisar 727.309, dia disebut-sebut mendapat honor Rp 3 juta untuk setiap satu twit berbayar dia.

Bukan cuma artis yang bisa ketiban rezeki dari aktivitas mengoceh ini, lo. Mereka yang bukan artis pun banyak yang merasakan nikmatnya berkicau dengan bayaran.


Pandu Wirawan, Chief Executive Officer Brightstars, menyebut ada tiga jenis buzzer: selebritas, seleb twit, dan orang biasa. Seleb twit adalah mereka yang sering mengoceh di Twitter dan punya pengikut banyak. Mereka yang menurut Pandu masuk kategori seleb twit antara lain pemilik akun @pepatah, @tweetramalan, dan @damnitstrue. Sementara buzzer orang biasa adalah mereka yang ada di luar kategori di atas.

Mahal-murah tarif buzzer tergantung pada banyak hal, yaitu antara lain seberapa tenar nama sang buzzer, konten akun sosial media yang dimiliki, serta seberapa sering mereka melakukan promosi. Selain itu masih ada beberapa faktor lain. Ada buzzer yang menerima bayaran per twit, namun ada pula yang mendapatkan bayaran berdasar jumlah pertambahan followers ke akun pemilik produk dan berapa kali link yang disebarkan buzzer diklik oleh followers, friends, atau pengunjung.

Integrasi media

Tiga kategori yang disebutkan Pandu bukan standar baku. Sebab metode pemasaran dengan memanfaatkan buzzer ini sebenarnya sangat fl eksibel dari berbagai segi: tarif, siapa yang bisa menjadi buzzer, hingga jenis media yang digunakan.


Sebelum Twitter atau Facebook ngetren, Pandu bilang, media sosial yang banyak dipakai para buzzer adalah blog. Nah, ke depan arah promosi buzzer akan melebar ke Youtube dan video blogger karena lebih atraktif. Meski begitu, kehadiran media baru tak akan mematikan media lama seperti blog, melainkan justru saling terintegrasi. “Di Twitter terbatas karakter, maka buzzer biasa memberikan link blog supaya informasi lebih banyak tersam-paikan,” ujar Pandu.

Nah, bicara soal siapa saja yang bisa menjadi buzzer dan tak perlu dipaksakan masuk dalam tiga kategori tadi, ada nama Stephen Langitan, pemilik blog stephenlangitan.com. Sejak 2008, dia menjadi blogger buzzer yang khusus mengulas otomotif. Klien dia dari perusahaan mobil, ban, hingga oli.

Melalui blog tersebut, Stephen membikin artikel yang berisi review produk. Namun tak cuma mengandalkan blog, dia juga mengintegrasikan dengan media lain yakni Youtube, Twitter, dan Facebook.

Untuk klien lama, kontrak menjadi buzzer biasanya berlaku 12 bulan sedangkan untuk klien baru yang juga masih coba-coba, dia menawarkan kontrak kerjasama jangka pendek tiga bulan atau enam bulan. Tak heran jika tarif beragam tergantung jenis kerjasama. Untuk kontrak setahun bisa antara Rp 60 juta hingga Rp 180 juta. Sementara untuk kontrak jangka pendek tiga bulan, bisa sampai Rp 45 juta.

Demi profesionalisme, sejak 2012 Stephen sampai perlu mendirikan perusahaan bernama PT Media Satu Liputan. “Perusahaan ini diperlukan ketika berhubungan dengan banyak perusahaan,” ujar dia. Asal tahu saja, pengunjung blog-nya 5.000–6.000 viewers per hari. Sementara pengunjung Youtube -nya mencapai 9 jutaan.

Dalam sebulan, Media Satu bisa membikin 15 artikel. Alhasil kalau dihitung-hitung pendapatan perusahaan ini per bulan Rp 30 juta hingga Rp 50 juta.

Buzzer lain, Ligwina Hananto, yang tak lain adalah perencana keuangan dari QM Financial juga mengaku sudah mencicip manis jadi buzzer. Namun dia lebih rajin mencuil pundi-pundi lewat Twitter.

Ligwina mengaku menjadi buzzer di Twitter sejak 2010. Cara berpromosi beragam, mulai dari menulis twit panjang bersambung atau kultwit, menulis twit khusus mempromosikan produk pada momen tertentu, hingga melakukan retwit atas mention pemilik produk yang menghampiri akun dia.


Ligwina bisa mendapat bayaran per twit atau per paket twit dalam periode tertentu. Terkadang, dia masih mendapat bonus produk yang dipromosikan “Bohonglah kalau menjadi endorser tak senang dibayar. Tentu saja saya senang karena dibayar,” ujar pemilik followers 137.496 di Twitter ini tanpa menyebut tarif yang dia pasang.

Beberapa akun atau produk yang pernah dipromosikan Ligwina antara lain akun @nisaroni, toko online yang menjual kerudung dan akun @ingat8 yang tak lain adalah program kampanye tentang deteksi dini kanker payudara. Produk lain adalah program edukasi mengasuh anak yakni Dancow Parenting Center, pameran pendidikan S2, komputer jinjing Acer, telepon pintar Samsung, dan minuman berenergi Milo. Belakangan media yang dia gunakan sudah berkembang hingga merambah Youtube.

Ahmad Fuadi, seorang novelis, mengaku tak sengaja menjadi buzzer sejak tahun ini, di Twitter. Beberapa hal yang sudah dia promosikan antara lain acara pameran pendidikan, program pendidikan di luar negeri, pendidikan pesantren, dan produk susu. Sayang, penulis novel best seller berjudul 5 Menara ini juga enggan buka-bukaan mengenai pendapatan yang dia peroleh sebagai tukang kicau berbayar.

Menjaga pengikut setia

Di balik potensi pundi-pundi yang menggiurkan, para buzzer paham bahwa sepak terjang mereka mempromosikan produk bisa menjadi bumerang. “Ada yang sebel karena menganggap saya dan buzzer lain me-monetize pembaca,” ujar Driana Rini Handayani, pemilik alamat venus-to-mars.com.

Meski sadar tak bisa menyenangkan banyak pihak, para buzzer berusaha agar tak “mengganggu” para pengikut. Ligwina, misalnya, biasa menuliskan kode *spon* atau yang dia artikan dengan “sponsor” untuk twit-twit promosi. Selain itu dia juga menolak mempromosikan produk berbasis keuangan. “Karena profesi saya perencana keuangan independen,” ujar dia.

Stephen berujar artikel atau materi apapun yang dia suguhkan adalah review produk yang diperoleh dari pengalaman dia dan tim. Tak melulu review produk, blog dia juga menyajikan berbagai kegiatan aneka komunitas otomotif.

Menggiurkan, ya?

 
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 6 - XVIII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×