Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII DPR RI mendesak Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mempercepat penyelesaian pembangunan fasilitas pemurnian nikel. Hal ini bertujuan agar fasilitas pemurnian tersebut bisa memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional sesuai amanat PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Pertambangan.
Hal ini dimuat sebagai poin ketiga dalam Keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian RI pada Rabu (10/11). “Pak Dirjen (Minerba ESDM) oke ya,” ujar Pimpinan RDP, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI F-PDI Perjuangan/Dapil Jateng IV, Bambang Wuryanto sembari mengetok palu, Rabu (10/11).
Sedikit informasi, saat ini terdapat 34 fasilitas pemurnian mineral yang sedang dibangun. Sebanyak 30 unit di antaranya merupakan fasilitas pemurnian nikel dengan total kapasitas input 81,07 juta ton per tahun dan kapasitas produksi 5,63 juta ton per tahun. Kalau dijumlahkan, total rencana investasinya mencapai lebih dari US$ 8 miliar.
Pembangunan dari sebanyak 15 proyek dari 30 proyek smelter nikel di antaranya sudah mencapai kemajuan di atas 90%. Total kapasitas inputnya mencapai 49,36 juta ton per tahun dengan total kapasitas produksi 3,19 juta ton per tahun. Total investasinya US$ 5,52 miliar.
Baca Juga: Kadin: Sektor swasta siap mengakselerasi transisi energi Indonesia
Pembangunan sebanyak 10 proyek smelter nikel lainnya memiliki kemajuan 30%-90%. Total kapasitas inputnya berjumlah 27,49 juta ton per tahun dengan total kapasitas produksi 1,74 juta ton per tahun. Total investasinya US$ 1,72 miliar.
Sementara itu, sebanyak 5 proyek sisanya memiliki kemajuan di bawah 30%. Total kapasitas input kelima proyek smelter nikel ini berjumlah 9,21 juta ton per tahun dengan total kapasitas produksi 0,69 juta ton per tahun.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menyampaikan, pembangunan smelter tidak luput dari kendala. Salah satu kendala yang dijumpai ialah kendala pembiayaan pembangunan smelter.
Ridwan mencatat, saat ini pun terdapat 12 perusahaan yang menghadapi kendala ini. Sebanyak 8 perusahaan di antaranya merupakan perusahaan-perusahaan yang menggarap proyek smelter nikel. Sementara itu, 3 perusahaan lainnya menggarap smelter bauksit, sedang 1 perusahaan sisanya menggarap proyek smelter mangan. Total dana pembangunan yang dibutuhkan oleh 12 perusahaan ini berkisar US$ 4,46 miliar.
Selain masalah pendanaan, kendala lainnya yang juga kerap dihadapi antara lain berupa perizinan, lahan, pasokan energi, dan isu-isu lain seperti teknologi dan lain sebagainya.
Baca Juga: Medco Energi (MEDC) kawal 4 proyek migas, ditargetkan on stream 2022 dan 2023
Untuk itu, Kementerian ESDM, kata Ridwan, melakukan sejumlah upaya agar pembangunan smelter dapat berjalan sesuai dengan rencana mulai dari melakukan pertemuan dengan para pembangun smelter yang mengalami kendala, melakukan one-on-one meeting antara perusahaan smelter dan PLN, dan masih banyak lagi.
“Kami juga bekerja sama dengan kementerian koordinator perekonomian di mana smelter-smelter ini kami usulkan sebagai PSN, di mana dengan status PSN ini kendala-kendala administratif kendala perizinan dapat lebih mudah ditangani,” kata Ridwan (10/11).