kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.950   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Konglomerat muda dari pendiri startup semakin bermunculan, begini pandangan pengamat


Minggu, 11 Juli 2021 / 19:44 WIB
Konglomerat muda dari pendiri startup semakin bermunculan, begini pandangan pengamat
ILUSTRASI. Founder and CEO of Indonesian e-commerce firm Tokopedia, William Tanuwijaya. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .

“Tapi apakah akan muncul konglomerasi seperti era Salim Grup? saya rasa tidak. Karena kondisi sekarang itu yang konglomerat sebenarnya di digital itu masih dari pemain seperti Facebook, Alibaba, Tencent, Alphabet, dan lainnya. Kalau dilihat anak-anak lokal kita akan susah ketika bicara pendanaan karena ujungnya berhadapan sama geng konglomerat digital global di atas,” kata dia. 

Adapun ia juga menilai, berkaca dari perusahaan yang baru saja Merger yakni GoTo, ia bilang kedepannya persaingan para pemain start Up raksasa itu nantinya akan lebih ke arah Payment

“Lihat saja GoTo dan Bukalapak, mereka memperkuat layanan di Fintech dan Payment. Kenapa disana persaingannya? karena potensi paling besar memang di Payment system, apalagi Indonesia masih rendah inklusi keuangannya,” sambungnya. 

Ia menilai kedua pemain ini sekarang sedang dalam tahap membangun engagement dengan layanan dasar. Misal, Gojek dengan layanan logistiknya, Bukalapak dengan marketplace yang ujungnya mau menarik pelanggan ke ekosistem fintechnya 

“Dan mereka berdua ini didukung oleh investor global yang juga punya payment system. Jika ini nanti menjadi borderless dan tak ada regulasi yang rigid dari negara, bisa jadi flow uang keluar masuk Indonesia makin tak terkendali. Negara harus hadir mengantisipasi hal-hal ini,” tambahnya. 

Untuk itu, Doni melihat Indonesia ini adalah battle ground bagi Alibaba, Tencent, Google, dan Facebook. Ia melihat hebatnya lagi para pemain ini bisa punya saham di semua pemain besar tanpa tersentuh Undang-Undang anti Monopoli. Sehingga jika dibiarkan dan masyarakat makin tergantung dengan layanan digital akan makin sulit mengaturnya. 

“Maka saya tak sependapat dengan less regulation untuk pemain-pemain yang sudah matang ini dengan alasan mengembangkan startup, karena pada dasarnya kelas mereka sudah bukan pada startup, tapi perusahaan yang mencari keuntungan, sehingga layak mendapatkan regulasi yang ketat agar konsumen dan negara terlindungi,” tutupnya. 

Selanjutnya: Mengulik prospek miliarder baru yang tumbuh dari bisnis start up digital

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×