kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsumsi listrik industri payah, penjualan listrik PLN bisa tak capai target


Jumat, 18 Oktober 2019 / 17:07 WIB
Konsumsi listrik industri payah, penjualan listrik PLN bisa tak capai target
ILUSTRASI. Pekerja melintas di Proyek pembangunan Gardu Induk Tegangan Extra Tinggi (GITET) Cisauk, Tangerang, Banten, Jumat (7/12/2018).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Penjualan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diprediksi kembali tak akan mencapai target tahunan. Pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik industri yang cenderung stagnan diklaim sebagai penyebabnya.

Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, penjualan listrik PLN tergantung dari konsumsi setrum masing-masing segmen konsumen. Sementara konsumsi listrik akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, khususnya pada segmen industri.

Baca Juga: PLN: EBT merupakan solusi efektif demi dorong elektrifikasi Papua

"Itu saling terkait, tergantung (pertumbuhan konsumsi listrik) di sektor lain," kata Djoko ke Kontan.co.id, Jum'at (18/10).

Pada tahun 2018 lalu, target penjualan dan konsumsi listrik berada di angka 7%. Namun, realisasinya hanya menyentuh angka 5,15% atau setara dengan 232,43 TeraWatthour (TWh). Sementara pada tahun ini, target penjualan listrik PLN dipatok sebesar 7,06% atau sebesar 248,8 TWh.

Dengan melihat realisasi hingga kuartal III 2019, Djoko memperkirakan konsumsi listrik dan penjualan setrum PLN sangat sulit menyentuh 7%, dan tidak akan beranjak dari 5%. "Kalau melihat realisasi kuartal III, sangat sulit (di atas 5%). Terutama karena sektor industri yang hanya tumbuh 1%," kata Djoko.

Dihubungi terpisah, Executive Vice President Pemasaran dan Pelayanan Pelanggan PLN Edison Sipahutar menerangkan, pertumbuhan penjualan listrik PLN hingga kuartal III baru mencapai 4,18%. Jika dirinci, sektor industri memang mengalami pertumbuhan konsumsi listrik yang paling rendah.

Berdasarkan data yang diterima Kontan.co.id, pertumbuhan penjualan listrik ke segmen rumah tangga hingga kuartal III sebesar 5,61% (menjadi 75,9 TWh), bisnis sebanyak 5,72% (32,65 TWh), publik 4,11% (6,12 TWh), dan sosial sebesar 10,4% (6,2 TWh).

Baca Juga: Ekspedisi Papua Terang dimulai, energi terbarukan jadi tumpuan

Sementara itu, segmen industri hanya tumbuh 1,13% (56,9 TWh) hingga kuartal III. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, konsumsi listrik industri tumbuh sebesar 6,83%. Di sisi lain, industri menjadi segmen kedua yang paling banyak menyerap listrik PLN setelah segmen rumah tangga. Edison bilang, porsi penjualan setrum ke industri mencapai 32%.

"Untuk (target) konsumsi listrik cukup berat mencapainya. Industri hanya tumbuh 1,13%. Industri tekstil, baja dan semen pertumbuhan konsumsinya negatif," kata Edison ke Kontan.co.id, Jum'at (18/10).

Kendati begitu, Edison menyebut bahwa pihaknya terus berupaya mengenjot penjualan listrik agar tidak jauh dari target. Edison bilang, upaya yang dilakukan PLN antara lain dengan melakukan program dedieselisasi, captive power, diskon tambah daya, serta diskon Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) untuk sektor industri.

Selain itu, konsumsi listrik masyarakat juga akan terdorong seiring dengan semakin digencarkannya program kendaraan listrik dan kompor induksi. Termasuk, mulai rampungnya sejumlah infrastruktur kelistrikan PLN, seperti tol listrik Sulawesi tahap I yang diharapkan bisa mendorong konsumsi industri dan smelter.

Baca Juga: Sistem kelistrikan terinterkoneksi, PLN Sasar industri di Sulawesi Tenggara

Dengan upaya dan kondisi tersebut, sambung Edison, target realistis penjualan listrik hingga akhir tahun nanti setidaknya bisa melebihi realisasi tahun 2018 lalu. "Kita berupaya untuk mencapai lebih dari tahun lalu, diharapkan 5,2%" ujar Edison.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, pertumbuhan konsumsi listrik menjadi stagnan lantaran terjadi perlambatan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Ditambah lagi di tahun politik ini, ekspansi usaha melambat dan para pelaku usaha menunda rencana investasinya," kata Fabby.

Fabby menerangkan, penjualan listrik PLN selama 2015-2018 tumbuh rata-rata 4,4%. Sementara itu, target konsumsi listrik masih dominan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi.

Sehingga di Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), pertumbuhan konsumsi listrik masih di atas 6%-7%. "Menurut saya fenomena ini belum sepenuhnya dicermati pemerintah dan PLN," sambung Fabby.

Baca Juga: Asyik, pemilik kendaraan listrik dapat diskon tambah daya dan tarif dari PLN

Alhasil, Fabby menilai PLN dan pemerintah perlu melakukan kajian yang lebih mendalam untuk memproyeksikan pertumbuhan energi listrik ke depan. Terutama dengan mempertimbangkan potensi efisiensi energi dan perkembangan energi terdistribusi.

Apalagi, berdasarkan proyeksi IESR, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan listrik sudah di bawah 1, yakni sekitar 0,8-0,9. Sehingga, Fabby berpendapat asumsi pertumbuhan listrik dalam perencanaan PLN bisa lebih realistis, yakni sekitar 5%-5.2% untuk tiga tahun mendatang. "Setelahnya bisa disesuaikan lagi dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×