kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kontrak Arutmin anak usaha BUMI berakhir 2020, apakah bakal diperpanjang?


Kamis, 28 November 2019 / 16:23 WIB
Kontrak Arutmin anak usaha BUMI berakhir 2020, apakah bakal diperpanjang?
ILUSTRASI. Stasiun pengumpul batu bara milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Sangatta, Kalimantan Timur.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Arutmin Indonesia telah mengajukan perpanjangan kontrak dan perubahan status dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP).

Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI. "Terdapat PKP2B yang akan habis kontraknya pada 1 November 2020 yaitu PT Arutmin yang sudah mengajukan permohonan menjadi IUPK OP Perpanjangan," ujar Bambang, Kamis (28/11).

Baca Juga: Nasib BIPI di Masa Depan Bergantung Pada Izin KPC dan Arutmin premium

Bambang mengungkapkan, PT Arutmin Indonesia adalah satu dari tujuh PKP2B generasi pertama yang akan habis kontrak dalam beberapa tahun ke depan.

Adapun, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, perusahaan sudah dapat mengajukan permohonan perpanjangan IUP OP paling cepat dalam jangka waktu dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum berakhirnya kontrak.

Lebih lanjut, Bambang memaparkan bahwa PKP2B dapat diperpanjang dalam bentuk IUPK OP perpanjangan paling banyak 2 x 10 tahun. Bambang bilang, perpanjangan kontrak tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ada, yakni sebagaimana yang diatur dalam Amandemen kontak PKP2B Pasal 30, Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1967, dan UU Nomor 4 Tahun 2009 alias UU Minerba Pasal 47, Pasal 169 dan Pasal 171.

"Perpanjangan PKP2B merupakan komitmen pemerintah di dalam peraturan perundang-undangan dan merupakan hak perusahaan sepanjang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan," ujar Bambang.

Baca Juga: Cadangan banyak, Bumi Resources (BUMI) belum berencana akuisisi tambang

Namun, Bambang menegaskan bahwa PT Arutmin tidak sertamerta mendapatkan perpanjangan kontrak. Sebab, Bambang bilang, saat ini pihaknya masih memproses dan melakukan evaluasi atas permohonan yang diajukan Arutmin. Termasuk evaluasi terhadap peraturan yang menjadi dasar perpanjangan kontrak dan peralihan status dari PKP2B menjadi IUPK OP perpanjangan.

"Lagi diajukan, ya sedang proses. Prosesnya macem-macem, evaluasi. Termasuk bagaimana peraturan perundang-undangannya gimana, dilengkapi," jelas Bambang.

Saat dikonfirmasi Kontan.co.id, manajemen PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) sebagai induk dari PT Arutmin Indonesia masih irit bicara.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah terkait dengan perpanjangan kontrak dan perubahan status PKP2B menjadi IUPK. "Sekarang kami menunggu keputusan final dari otoritas," kata Dileep kepada Kontan.co.id, Kamis (28/11).

Luas Wilayah

Di sisi lain, Bambang tak menampik bahwa perpanjangan kontrak dan peralihan status dari PKP2B menjadi IUPK OP perpanjangan masih terganjal regulasi. Bambang mengungkapkan, ada empat isu strategis dalam perpanjangan PKP2B, yakni soal luas wilayah, penerimaan negara, barang milik negara, serta isu teknik, lingkungan dan sosial.

Dalam kesempatan tersebut, Bambang pun menyoroti terkait dengan luas wilayah dan penerimaan negara. Dalam hal luas wilayah, Bambang menyatakan, belum ada regulasi yang mengatur besaran luas wilayah untuk IUPK OP perpanjangan dari PKP2B.

Baca Juga: Produksi batubara naik, Kementerian ESDM: Jika tak ditahan, bisa 700 juta ton di 2020

Bambang menjelaskan, dalam UU Minerba pasal 83 ayat d memang diatur bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) untuk tahapan kegiatan operasi produksi pertambangan batubara diberikan paling banyak 15.000 hektare (ha).

Namun, Bambang menekankan bahwa luas wilayah IUPK OP perpanjangan PKP2B berbeda dengan IUPK yang berasal dari Wilayah Pencadangan Negara (WPN).

Bambang menilai, luas wilayah IUPK OP perpanjangan bisa saja tidak terbatas 15.000 ha, lantaran PKP2B memiliki hak mengajukan permohonan menjadi IUPK OP perpanjangan dengan Rencana Kegiatan pada Seluruh Wilayah (RKSW) sesuai Pasal 171 UU Minerba, Pasal 30 Amandemen Kontak, dan pasal 112 PP Nomor 77/2014.

Kendati begitu, Bambang menegaskan pentingnya tafsir yang jelas terhadap luas wilayah ini IUPK OP perpanjangan PKP2B ini. Sehingga, Bambang menyatakan perlunya regulasi untuk mengatur terkait poin tersebut.

"IUPK OP perpanjangan PKP2B berbeda dengan IUPK dari WPN, termasuk besaran luas wilayah, sehingga perlu segera dibuat regulasi yang mengatur luas wilayah IUPK OP perpanjangan PKP2B karena belum diatur dalam peraturan perundang-undangan," terang Bambang.

Baca Juga: Bukan berupa penyesuaian kuota, Kementerian ESDM akan revisi sanksi DMO batubara

Sayangnya, Bambang masih belum mengungkapkan dengan tegas bentuk regulasi yang mengatur poin luas wilayah yang dimaksud. Bambang menyebut, bentuk peraturannya bisa berupa Peraturan Menteri (Permen), atau dengan menggulirkan kembali revisi keenam PP Nomor 23 Tahun 2010 maupun menunggu rampungnya revisi UU Minerba.

"Tunggu dasar aturannya nanti seperti apa. (Bisa) macem-macem, apakah UU atau PP ada Permen. Belum tahu, dasar aturannya sedang dibuat," tandas Bambang.

Adapun, PT Arutmin Indonesia memiliki wilayah tambang di Kalimantan Selatan dengan luas 57.107 ha. Kontrak Arutmin akan berakhir pada 1 November 2020. Selain Arutmin, ada enam PKP2B generasi pertama lain yang akan habis kontrak.

Yakni PT Kendilo Coal Indonesia (1.869 ha/13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (84.938 ha/31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (39.972 ha/ 1 April 2022), PT Adaro Indonesia (31.380 ha/1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (47.500 ha/13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (108.009/26 April 2025).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×