kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kopi lokal jadi primadona pertemuan IMF-World Bank, ini kata AEKI


Kamis, 11 Oktober 2018 / 20:02 WIB
Kopi lokal jadi primadona pertemuan IMF-World Bank, ini kata AEKI
ILUSTRASI. Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mencoba kopi Indonesia


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehadiran kopi nusantara di tengah-tengah pertemuan menarik pikat para peserta pertemuan IMF dan World Bank di Nusa Dua Bali. Kopi lokal kian semakin dikenal dunia.  

Wakil Ketua I Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Sadarsyah menyebut, cita rasa kopi Arabica Specialty Indonesia memang memiliki ciri khas yang digemari, namun para delegasi annual meeting bukanlah komunitas yang terfokus pada industri kopi sehingga tidak ada kemungkinan mendongkrak ekspor.

“Kopi Indonesia itu, bukan hanya karena pertemuan (IMF dan World Bank) akan digemari, kopi Arabica Specialty itu diperlukan untuk mem-blend kopi mereka yang ada di negara lain. Karena cita rasa kopi kita itu sudah sangat luar biasa. Ini tidak ada dampaknya terhadap ekspor ke depan, karena mereka itu bukan ‘pemain’ kopi,” ungkapnya kepada Kontan.co.id, Kamis (11/10).

Menurut Pranoto Soenarto, Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), kebijakan pemerintah dengan memamerkan kopi lokal di dalam pertemuan internasional adalah sebuah hal yang baik, hanya saja ini juga tidak akan meningkatkan ekspor kopi.

“RI I ini bagus, mengangkat kopi lokal ke dunia internasional. Tapi enggak banyak orang yang care dengan itu (kopi), enggak akan dibawa (ke internasional), mereka (delegasi) hanya mau jadi pahlawan sejenak saja,” ujar Pranoto.

Selanjutnya Sadarsyah mengatakan bahwa delegasi yang datang bukan dikhususkan pada kopi, sehingga yang memungkinkan adalah pendanaan terkait dengan produksi kopi lokal.

“Mereka itu adalah para direktur-direktur keuangan, menteri keuangan, yang berhubungan dengan perbankan. Kalau pendanaan mereka (delegasi) untuk produksi kopi ini memungkinkan,” katanya.

Dikatakan bahwa sejauh ini, perhatian pemerintah masih kurang untuk peningkatan produksi kopi lokal. Hal inilah yang kemudian perlu digenjot untuk meningkatkan ekspor.

“Permasalahan yang terjadi saat ini adalah, perhatian pemerintah terhadap peningkatan produksi kopi nasional masih kurang. Inilah yang harus sama-sama kita gaungkan. Jadi yang sekarang kita fokuskan adalah kita berharap pemerintah itu men-support para petani kopi iu untuk meningkatkan produksi kopi secara nasional,” ujarnya.

Sadarsyah menyebut bahwa saat ini ada 4 hingga 5 pemilik perkebunan kopi di Indonesia dengan luas areal perkebunan mencapai 1 juta ha. Detailnya 500.000 ha untuk areal Arabica dan 500.000 ha untuk areal robusta.

“Kalau produksi ini kita genjot tentu persentase untuk ekspor itu pasti lebih dari 3 tahun terakhir ini, dampak positifnya, devisa masuk. Maka nilai tukar kita lebih bagus, karena kopi ini komoditi ekspor. Ini yang kita minta kepada pemerintah agar mereka terhadap itu,” tegasnya.

Ia kemudian mencontohkan bahwa saat ini produksi kopi asail Brasil mencapai 1,5 ton per hektare sampai dengan 2 ton per hektare. Produksi kopi Indonesia untuk Arabica hanya di kisaharan 1 ton per hektare.

“Ini artinya, sektor pertanian khususnya perkopian bisa kita genjot produksinya, tidak perlu ragu karena pasar kita banyak sekali permintaan kopinya. Sekarang konsumsi dalam negeri meningkat. Sekitar 40% dibanding 10 tahun terakhir konsumsi kopi dalam negeri yang hanya 10 % saja. Di saat sekarang sudah hampir 45% sampai 50%. Jadi 50% itu kita dikemanakan selain kita ekspor,” tegasnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa ekspor kopi di Indonesia mencapai puncaknya di tahun 2013 dengan pencapaian 534 juta ton, tahun 2014, ekspor kopi mencapai 384,2 juta ton, pada tahun 2015 naik menjadi 502,2 juta ton dan tahun 2016 turun 414,6 juta ton.

Untuk bentuk Ekspor kopi lokal saat ini masih berbentuk bijih kopi, karena ada beberapa alasan. Yang pertama negara importir tidak suka kopi dalam bentuk jadi, karena mereka memiliki skill untuk me-roasting dan membuat bubuk kopi, yang kedua selera yang berbeda dan yang ketiga faktor kebijakan.

“Amerika memang tidak mau mengimpor bahan jadi dari negara luar. Hal ini karena mereka ingin penciptaan lapangan kerja di negaranya,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×