Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Sudah cukup lama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai praktek kartel minyak goreng di pasar Indonesia. Direktur Komunikasi KPPU Ahmad Junaidi menegaskan, KPPU kini mulai menyelidiki dan sedang mengumpulkan data untuk membuktikan kecurigaannya itu.
KPPU memang layak curiga ada kartel. Sebab, harga minyak goreng lokal sulit turun dan seolah tak berhubungan dengan harga minyak sawit yang menjadi bahan baku utama. "Kami terus melakukan monitoring," kata Junaidi.
Sejak Mei lalu, harga minyak goreng curah di pasar bertahan di kisaran Rp 10.000 per kilogram. KPPU menduga ada kartel oleh delapan perusahaan, yakni Bukit Kapur Reksa Grup, Musimmas Grup, Sinarmas Grup, Sungai Budi Grup, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga IV, Berlian Eka Sakti, Raja Garuda Mas, dan Salim Grup.
Pengendalian harga
Menurut Junaedi, salah satu indikasi kartel ialah terjadinya pengelompokan produsen yang menguasai kebun kelapa sawit dan produksi minyak goreng sekaligus. Ujungnya, produsen bisa memainkan harga minyak goreng sekaligus pasokan minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO). "Ini menimbulkan pengendalian suplai," ujarnya. Maka KPPU berjanji segera membahas dugaan kartel ini sehingga tak menjadi sekadar angin lalu.
Gandhi Sulistyanto, Managing Director Sinarmas Grup, salah satu produsen yang kena tuding, menampik tuduhan kartel ini. "Perbedaan harga itu berada di tingkat distribusi. Semua lewat mekanisme pasar," katanya.
Joko Supriyono, Sekretaris Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga menolak tudingan itu. "Harga minyak goreng selalu ikut harga CPO, bagaimana disebut kartel," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News