kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.016.000   36.000   1,82%
  • USD/IDR 16.869   -59,00   -0,35%
  • IDX 6.501   55,06   0,85%
  • KOMPAS100 935   8,35   0,90%
  • LQ45 728   6,36   0,88%
  • ISSI 207   1,32   0,64%
  • IDX30 377   2,02   0,54%
  • IDXHIDIV20 455   2,45   0,54%
  • IDX80 106   0,94   0,89%
  • IDXV30 112   0,73   0,66%
  • IDXQ30 123   0,33   0,27%

Krakatau Posco masih alami kerugian


Selasa, 10 Maret 2015 / 08:11 WIB
Krakatau Posco masih alami kerugian
ILUSTRASI. Pemerintah hanya memperbolehkan media sosial untuk memfasilitasi promosi, tidak untuk transaksi.


Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto

SERANG. PT Krakatau Posco (PTKP), produsen baja patungan PT Krakatau Steel (KS) dan Pohan Iron and Steel Company (Posco) masih mengalami kerugian pada 2015 disebabkan faktor eksternal, terutama pengaruh ekonomi global dan turunnya harga komoditas baja dunia.

Sekretaris Perusahaan Krakatau Posco Christiawaty Ferania Keseger saat dihubungi di Serang, Banten, Selasa, menjelaskan kondisi ini bukan hanya dialami Krakatau Posco saja, tetapi juga dialami industri baja lainnya, namun KP tidak merinci besaran kerugian yang dialaminya.

"Berbagai faktor eksternal yang kurang menguntungkan bukan hanya bagi KP tapi juga bagi kebanyakan industri baja juga memberikan kontribusi kesulitan/kerugian bagi kami, termasuk turunnya harga komoditas dunia dan krisis Rusia," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa kejadian insiden kebocoran pada awal 2015 membuat PTKP belum memberikan kontribusi positif kepada induk usaha. PTKP membutuhkan tahapan waktu agar rangkaian mesin yang menggunakan teknologi canggih tungku tanur tinggi stabil pasca insiden tersebut.

"Akibat insiden kebocoran tersebut membuat kami membutuhkan waktu untuk menstabilkan mesin seharusnya utilisasi bisa 100 % pada Juni 2014," kata Christiawaty.

Ia menjelaskan dalam proses produksi pabrik baja terpadu dengan teknologi Tungku Tanur Tinggi berbeda dengan teknologi lainnya, di mana rangkaian mesin akan stabil secara bertahap (perlu waktu, tidak langsung stabil saat dinyalakan).

Seharusnya kalau sesuai jadwal pada Juni 2014 lalu sudah berhasil mencapai kondisi produksi stabil tersebut dengan utilisasi 100 %, namun, karena di awal tahun PTKP mengalami kendala insiden kebocoran di "blast furnace" maka butuh waktu lagi untuk mencapai utilitas 100 %.

Christiawati memperkirakan membutuhkan waktu hampir tiga bulan untuk pemulihan, dengan kondisi demikian membuat total produksi masih di bawah rencana.

PTKP telah mengambil langkah-langkah antisipasi, di antaranya yang telah dilakukan adalah penghematan di segala bidang dengan tetap berpegang pada komitmen terhadap kualitas dan penyerahan.

Christiawati mengatakan, jajaran manajemen PTKP melihat prospek industri baja di Indonesia masih sangat bagus. Indikasinya konsumsi baja Indonesia hanya sebesar 50 kg/orang, dan angka ini paling tidak akan bertumbuh menjadi 200 kg/orang.

Di negara-negara maju angka tersebut lebih tinggi lagi. Selain itu, Indonesia harus dapat mandiri dalam pemenuhan kebutuhan baja dalam negeri melalui substitusi baja yang selama ini masih diimpor dengan produk dalam negeri yang jauh lebih berkualitas, ujar dia.

"Jadi, prospek industri baja di Indonesia seharusnya masih cukup menjanjikan dan PTKP dan PTKS akan dapat memenuhi hal tersebut," ujar Christiawaty.

Seperti diketahui Pohan Iron and Steel Company (Posco) merupakan raksasa baja dunia asal Korea Selatan berbisnis baja di Indonesia melalui PT Krakatau Posco, perusahaan patungan didirikan bersama PT Krakatau Steel Tbk (Persero). Posco memegang saham 70 %, sedangkan Krakatau Steel 30%.

Dukungan Pemerintah Menghadapi kondisi demikian, Christiawaty berharap, dukungan pemerintah sangat diperlukan, khususnya dalam hal perlindungan produk baja lokal.

Pertama, dalam hal Pemberlakuan Pajak Impor, di mana bila dibandingkan dengan Malaysia yang memberlakukan pajak impor sebesar 27 %, sedangkan Indonesia masih jauh di bawah Malaysia. Hal ini membuat produk lokal menjadi kurang kompetitif.

Dewasa ini, Negara-negara ASEAN semakin memperketat masuknya produk baja impor ke negaranya dengan berbagai cara termasuk meninggikan pajak.

Kedua, pasar Batam. Walaupun Batam sudah ditetapkan sebagai FTZ (Free Trade Zone), namun segala bentuk pajak yang bersifat "hukuman" seperti: Anti-Dumping, Safeguard, dan lainnya yang diberlakukan di wilayah Indonesia, menurut hemat kami dan para pelaku industri baja lokal seharusnya juga diberlakukan di Batam.

"Bila tidak ada atau perlindungan terhadap produk baja lokal lemah, maka produk asing dari Tiongkok dan lainnya akan beramai-ramai memenuhi wilayah Indonesia dan kita hanya menjadi penonton saja," ujar Christiawati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×