Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuota impor gula mentah (raw sugar) yang diberikan oleh pemerintah sebesar 1,8 juta ton dianggap menghantui petani tebu akibat terlalu besar.
Perkiraan terlalu banyaknya kuota yang diberikan pemerintah tercermin pada impor gula mentah pada tahun sebelumnya. Total impor tahun 2017 sebesar 3,5 juta ton dianggap masih merembes ke pasar konsumsi.
"Kuota impor semester pertama 1,8 juta ton terlalu banyak untuk industri, tahun lalu saja gula merembes," ujar Ketua Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen kepada KONTAN, Senin (22/1).
Kuota tersebut dianggap menghantui petani yang sedang masuk masa tanam. Soemitro bilang petani khawatir gula impor akan kembali merembes ke pasar konsumsi sehingga gula petani kembali tidak laku.
Soemitro menyarankan izin impor diberikan kepada produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk jangka waktu 3 bulan. Hal tersebut akan menjaga psikologis petani dan lebih mengontrol tata niaga gula.
"Seharusnya izin impor diberikan kepada pengimpor dengan jangka waktu per kuartal," terangnya.
Keberadaan Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) pun dinilai belum mampu mengontrol penjualan GKR. Hal tersebut dikarenakan pelaksanaan lelang yang masih belum memaksa kepada pembeli.
Sebelumnya Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Bachrul Chairi bilang meski belum dilakukan secara penuh, kontrak yang terdaftar pada penjualan di PKJ sudah tinggi. Bachrul bilang kontrak transaksi yang telah didaftarkan di PKJ mencapai 1,9 juta ton.
Bachrul pun mengungkapkan pelaksanaan lelang GKR telah mendapatkan dukungan dari Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Bachrul bilang AGRI mendukung untuk menciptakan data distribusi GKR yang akurat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News