Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) masih menunggu tahap produksi dari smelter tembaga hasil usaha patungan (JV) dengan Amman Mineral International (AMMN).
Untuk diketahui, MEDC memiliki saham atas anak usaha AMMN, PT Amman Mineral Industri (AMIN), yang saat ini sedang membangun smelter tembaga dan pemurnian logam mulia di Benete, Sumbawa Barat, NTB.
Smelter ini berfungsi untuk mengolah konsentrat tembaga dari tambang Batu Hijau dan proyek Elang milik Amman Mineral
Baca Juga: Medco (MEDC) Gagal Temukan Potensi Hidrokarbon di Sumur Barramundi
Direktur dan Chief Administrative Officer Medco Energi Internasional, Amri Siahaan mengatakan kerugian AMMN pada periode semester I-2025, berpengaruh signifikan pada penurunan laba perseroan.
"Memang laba bersih kami tercatatnya sebesar US$ 37 juta, turun dari US$ 201 juta di periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini diakibatkan oleh Amman Mineral International, yang membukukan rugi bersih sebesar US$ 31 juta," jelas Amri dalam acara Public Expose Live, Rabu (10/9/2025).
Meski begitu, kerugian Amman ungkap Amri telah mengalami penurunan pada periode semester I-2025, jika dibandingkan dengan semester I-2024.
"Hal ini turun signifikan dari periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar US$ 99 juta, atau pada first half 2024," ungkap Amri.
Kerugian ini disebabkan keterlambatan commissioning smelter baru dan fasilitas pemurnian logam mulia, serta dimulainya fase ke-8 yang masih dalam tahap awal.
Fase 8 yang dimaksud adalah tahap transisi strategis yang dimulai pada 2025 untuk memperpanjang usia tambang hingga 2030 dengan cadangan sekitar 460 juta ton mineral, ditandai oleh pengupasan batuan penutup dan penambangan awal di area pit dengan kadar logam lebih rendah, serta akan berlanjut ke bagian tengah dan dalam untuk mencapai bijih dengan kadar lebih tinggi.
"Jadi di Amman itu dimulainya fase ke-8. Karena fase ke-8 baru mulai tentunya kami belum bisa masuk ke dalam produksi," jelas dia.
Baca Juga: Akuisisi Blok Corridor, Medco Energi (MEDC) Incar Tambahan Laba US$ 145 Juta
Selain keterlambatan produksi smelter, penurunan kinerja juga disebabkan adanya pengeluaran dana sekitar US$8,9 juta atau setara dengan Rp146,5 miliar (asumsi kurs US$ 1 = Rp 16.460) untuk melakukan eksplorasi lanjutan di Sumur Barramundi, di blok Beluga, Natuna Barat.
Amri menyebut pembiayaan ini masuk dalam biaya dry hole atau eksplorasi yang tidak menghasilkan minyak atau gas.
"Perseroan juga mencatat biaya dry hole sebesar US$8,9 juta dari pengoboran eksplorasi sumur Barramundi, di Beluga, Natuna," katanya.
Medco pada periode ini juga menghadapi tren penurunan harga minyak global. Pada periode semester I-2025, perseroan membukukan pendapatan kontrak penjualan migas sebesar US$1,03 miliar.
Dengan 61% atau sebesar US$637 juta atau 61,6% berasal dari penjualan ekspor, sedangkan sisanya sebesar US$396,19 juta didapat dari penjualan domestik.
"Ada juga penurunan realisasi harga minyak, turun 14 persen dari sekitar US$ 81 per barel di periode sebelumnya menjadi US$ 70 per barrel, itu yang utama," ungkap Amri.
Baca Juga: Medco Energi (MEDC) Pasang 1.500 Panel Surya di Blok Corridor, Kapasitas 885 KWp
Meski begitu, ekspansi sektor bisnis migas Medco akan terus digenjot tahun ini, terlihat dariCapital Expenditure (Capex) atau atau belanja modal untuk migas sebesar US$ 400 juta.
"Capex ini diperuntukkan untuk proyek gas di Blok D Natuna dan Koridor, serta kegiatan pengeboran di Oman Blok 60, dan juga beberapa kegiatan development di Bualuang (Thailand)," jelas Amri.
Di sektor ketenagalistrikan, capex sebesar US$ 30 juta akan diperuntukkan untuk menyelesaikan proyek energi listrik Batam Expansion.
Adapun, sepanjang semester satu tahun ini, Medco mencatat laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 37 juta atau sekitar Rp 608,88 miliar (asumsi kurs Rp 16.456). Nilai ini turun 81,5% menjadi US$ jika dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 201 juta.
Dari sisi pendapatan, MEDC juga mencatatkan koreksi 2,31% menjadi US$1,13 miliar setara Rp18,29 triliun dari US$1,16 miliar pada semester I-2024.Kemudian dari jumlah tersebut, pendapatan kontrak dengan pelanggan menyumbang US$1,11 miliar, turun dibandingkan US$1,14 miliar pada tahun sebelumnya. Pendapatan keuangan juga sedikit turun menjadi US$23,63 juta dari US$24,30 juta.
Selanjutnya: NAB Reksa Dana Capai Rp 554,26 Triliun per Agustus 2025, Ini Faktor Pendorongnya
Menarik Dibaca: Prediksi Semen Padang vs PSBS Biak Numfor (11/9): Tuan Rumah Siap Curi Poin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News