Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) melaporkan telah menghabiskan dana sekitar US$8,9 juta atau setara dengan Rp146,5 miliar (asumsi kurs US$ 1 = Rp 16.460) untuk melakukan eksplorasi lanjutan di Sumur Barramundi, di blok Beluga, Natuna Barat.
Direktur dan Chief Administrative Officer Medco Energi Internasional, Amri Siahaan menyebut pembiayaan ini masuk dalam biaya dry hole atau eksplorasi yang tidak menghasilkan minyak atau gas.
"Perseroan juga mencatat biaya dry hole sebesar US$8,9 juta dari pengoboran eksplorasi sumur Barramundi, di Beluga, Natuna," ungkap Amri dalam acara Public Expose Live, Rabu (10/9/2025).
Biaya dry hole ungkap Amri memiliki sumbangan pada penurunan laba bersih perseroan pada semester I-2025. Selain dry hole, koreksi laba juga terjadi karena adanya harga minyak yang sedang volatil.
Baca Juga: Baleg: RUU PPMI Akan Atur Jaminan Kesehatan yang Didapat PMI
Sebelumnya, dalam keterbukaan informasi BEI, Rabu (9/7/2025), Medco telah menyiapkan dana eksplorasi kepada tiga entitas anak usaha, masing-masing untuk kegiatan di area West Bangkanai sebesar US$ 230 ribu, Sumur Barramundi US$ 12,5 juta, wilayah kerja Corridor senilai US$ 36,65 juta, serta area Dayung-2B dan Dayung-5B sebesar US$ 18,35 juta.
Khusus Beluga, Medco melakukan aktivitas pengeboran sumur eksplorasi di wilayah Sumur Barramundi, yang telah mencapai kedalaman total (TD) 4.314 ftmd pada 1 Juli 2025.
Namun, hasil pengeboran tidak menunjukkan adanya indikasi hidrokarbon (HC), sehingga diputuskan untuk dilakukan proses Plug and Abandon (P&A). Rig telah meninggalkan lokasi pada 10 Juli lalu.
Koreksi laba perseroan juga berasal dari kerjasama Medco dengan Amman Mineral International (AMMN), yang menurut Amri membukukan rugi bersih sebesar US$ 31,1 juta sehingga berpengaruh pada kinerja Medco semester pertama tahun ini.
Asal tahu saja MEDC telah menjalin kerjasama dengan AMMN melalui perusahaan patungan (JV) untuk pengembangan dan pengoperasian tambang tembaga dan emas yang terletak di Pulau Sumbawa, NTB.
"Penurunan di AMMN ini disebabkan keterlambatan proses commissioning smelter yang baru, dan fasilitas pemurnian logam mulia, tetapi juga karena dimulainya fase ke-8," ungkap Amri.
Fase 8 yang dimaksud adalah tahap transisi strategis yang dimulai pada 2025 untuk memperpanjang usia tambang hingga 2030 dengan cadangan sekitar 460 juta ton mineral, ditandai oleh pengupasan batuan penutup dan penambangan awal di area pit dengan kadar logam lebih rendah, serta akan berlanjut ke bagian tengah dan dalam untuk mencapai bijih dengan kadar lebih tinggi.
"Jadi di Amman itu dimulainya fase ke-8. Karena fase ke-8 baru mulai tentunya kami belum bisa masuk ke dalam produksi," jelas dia.
Adapun, sepanjang semester satu tahun ini, Medco mencatat penurunan laba bersih sebesar 81,5% menjadi US$ 37 juta atau sekitar Rp 608,88 miliar (asumsi kurs Rp 16.456), jika dibandingkan peride sama tahun lalu yang sebesar US$ 201 juta.
Baca Juga: Akuisisi Blok Corridor, Medco Energi (MEDC) Incar Tambahan Laba US$ 145 Juta
Selanjutnya: Bandara Internasional Tribhuvan Nepal Ditutup, Ribuan Penumpang Terlantar
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (11/9) di Jabodetabek, Hujan Sangat Lebat di Jakarta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News