Reporter: Nurmayanti |
JAKARTA. Produsen peleburan aluminium dalam negeri PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) bersiap-siap sedikit menelan pil pahit. Sebab, mereka memperkirakan laba usahanya bakal terpangkas atau stagnan pada tahun ini seiring kejatuhan harga aluminium di pasar internasional.
Pada 2008, Inalum memperkirakan laba usahanya hanya mencapai US$ 132 juta, turun bila dibandingkan pada 2007 yang tercatat sebesar US$ 176 juta.
Pemicu pengurangan laba adalah pelemahan harga patokan aluminium di pasar London Metal Exchange (LME) yang terjadi mulai kuartal IV/2008. Ketua Otoritas Asahan Effendi Sirait mengatakan, kendati kebutuhan aluminium ingot (batangan) di pasar lokal masih akan stabil namun tetap saja stagnasi atau kejatuhan harga aluminium di pasar global berpengaruh pada pelemahan kinerja ekspor dan keuntungan Inalum.
"Pemicu penurunan atau stagnasi harga itu tak lain melemahnya permintaan komoditi tersebut di pasar global akibat dampak resesi ekonomi dunia," ujar Effendi, pekan lalu.
Pelemahan permintaan aluminium di pasar dunia terbukti dengan rencana pemangkasan produsen sekaligus konsumen aluminium terbesar di dunia yakni China. Pada tahun ini, China bakal menurunkan produksinya dari rata-rata 15 juta ton per tahun menjadi sekitar 10 juta hingga 13 juta. Harga aluminium di pasar LME merosot 50% pada Oktober 2008 dari US$ 2.600 per ton menjadi US$ 1.348 per ton dan bertahan sampai saat ini.
Sebenarnya, dalam laporan manajemen Inalum kepada Otorita Asahan, laba perseroan pada tahun fiskal 2009 diharapkan sebesar US$157 juta. Perkiraan ini belum mempertimbangkan krisis global. Namun, krisis mengubah perkiraan Inalum tentang target laba usahanya. Sebab, lantaran krisis, harga aluminium di pasar internasional jatuh hingga 50% dan sudah pasti ini mempengaruhi laba Inalum.
Namun, upaya meminimalkan kejatuhan labanya, Inalum bergerak cepat. Caranya, pada tahun fiskal 2008 yang berakhir pada Maret 2009 mereka mengupayakan lindung nilai (hedging) pada Oktober lalu. Dengan upaya lindung nilai ini, Inalum berharap mempertahankan 50% dari total produksi mereka sebanyak setara 110.000 ton. Mereka berharap, harga dari total produksi itu sebesar US$ 2.600 per ton. Meski, langkah hedging ini hanya berlaku hingga Maret 2009.
Meski laba Inalum turun pada 2008, perusahaan ini memastikan tidak akan memangkas produksi ataupun mengurangi jumlah pekerja. Mereka yakin kinerja perseroan masih dapat dipertahankan dalam skala efisien, sementara aksi lindung nilai masih akan ditempuh." Kami sebenarnya berharap harga pada tahun ini bisa di posisi sekitar US$2.000 per ton dengan begitu tahun ini kondisi kami tetap baik," ujar Effendi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News