Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) minta satgas sawit memperhatikan efek ganda dari penerapan sanksi lahan sawit yang masuk dalam kawasan hutan.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono mengatakan penerapan sanksi ini bisa menimbulkan konflik baru di antaranya isu ketenagakerjaan hingga penurunan produksi sawit yang pada muaranya juga mengurangi pendapatan negara.
"Apalagi kalau masuk pasal 110B yang mana lahan itu harus dihutankan kembali? bagaimana kalau itu sudah ada kariawan dan pabrik, ini bisa jadi konflik sosial," kata Eddy di sela-sela Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Nusa Dua, Jum'at (3/10).
Baca Juga: Masih Rendah, Realisasi Peremajaan Sawit Selama 2016-2023 Capai 306.000 Hektare
Diketahui, pemerintah akan melakukan pemutihan kaitannya dengan 3,3 juta lahan sawah yang masuk dalam kawasan hutan.
Nantinya lahan sawit yang masuk kawasan hutan akan diputihkan dengan syarat yang tertuang dalam Pasal 110 A dan 110 B UU Cipta Kerja, yang mana salah satu syaratnya mengacu pada Pasal 110 B adalah melakukan penataan kawasan hutan.
Menurut Eddy hal ini akan memberatkan industri sawit, terlebih jika hasil self reporting menunjukkan hasil lahan sawit itu masuk dalam kategori pasal 110B.
"Saya sampaikan (satgas sawit) ini hati hati ya jangan sampai salah dalam mengambil kebijakan," pungkas Eddy.
Baca Juga: Ada 700.000 Ha Lahan Sawit Anggota Gapki Masuk Kawasan Hutan
Terlebih, tambah dia, produksi sawit dalam negeri beberapa tahun terakhir cenderung menurun. Sementara konsumsi dalam negeri terus mengalami peningkatan.
"Produksi kita sudah turun, kalau nanti terjadi seperti ini misalkan dihutankan kembali itu makin selesai kita, kita konsumen terbesar di dunia untuk sawit," pungkas Eddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News