Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Importir buah dan sayur segar dalam negeri harus merogoh kocek lebih untuk membayar sejumlah komponen biaya akibat keterlambatan pengurusan layanan karantina oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan).
Seperti diketahui, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina, Hewan, Ikan, dan Tumbuhan memang mengamanatkan penyelenggaraan karantina terhadap tumbuhan dan produk tumbuhan, hewan dan produk hewan, serta ikan dan produk ikan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit hewan dan ikan serta organisme pengganggu tumbuhan.
Sekretaris Umum Harian Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayur Segar (Aseibssindo) Hendra Juwono mengatakan, sejumlah kontainer anggota asosiasi telah tiba di seluruh pelabuhan-pelabuhan masuk barang hortikultura untuk kemudian mendapatkan layanan karantina sejak 3-4 Juli lalu.
Kontainer ini berisi ragam buah-buahan dan sayuran segar seperti jeruk, anggur, apel, lengkeng, batang seledri, jamur dan lain-lain yang dipasok dari sejumlah negara seperti China, Thailand, dan Australia.
Baca Juga: Layanan karantina pertanian ngadat, IPC klaim tak ada masalah bongkar muat pelabuhan
Meski begitu, hingga saat ini kontainer-kontainer yang jumlahnya diperkirakan mencapai 150-300 kontainer tersebut hingga kini masih menumpuk di pelabuhan masuk barang hortikultura dan belum mendapatkan layanan karantina akibat adanya gangguan teknis yang terjadi pada data center Barantan sejak 5 Juli 2020 lalu. Padahal, pada kondisi normal alur pelayanan karantina untuk setiap kontainer hanya memakan waktu 1 hari saja setelah barang tiba di pelabuhan.
“Sampai saat ini masih dalam keadaan down. Tadi pagi kami sudah menghubungi bagian IT Barantan (Badan Karantina Pertanian) untuk komplain lagi dan memohon bantuan agar perbaikan sistemnya dipercepat,” kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/7).
Penumpukan barang yang terjadi di pelabuhan masuk barang hortikultura membuat para importir harus merogoh kocek ekstra untuk membayar sejumlah biaya yang musti dibayarkan setiap harinya.
Hendra bilang, importir buah dan sayuran segar perlu mengeluarkan biaya minimal sebesar Rp 2,5 juta per kontainer untuk membayar biaya penumpukan sewa lapangan dan juga biaya listrik untuk kontainer-kontainer berpendingin. Setelah tiga hari, biaya-biaya ini bisa naik sebesar 200%-300% dari semula.
Angka ini juga belum mencakup biaya lain seperti biaya yang dipungut oleh perusahaan pelayaran kepada importir saat kargo masih berada di dalam kontainer atau biasa dikenal dengan istilah biaya demurrage.
“Selain itu juga ada risiko kualiltas dan pembusukan karena buah-buahan dan sayuran segar daya simpannya sangat pendek, antara 1 minggu hingga 6 minggu, tergantung jenis sayurannya,” tambah Hendra.
Baca Juga: Layanan publik Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengalami gangguan
Sejauh ini, pihak Barantan belum memberikan repson ketika dihubungi oleh Kontan.co.id melalui telepon dan layanan pesan Whatsapp. Namun dalam keterangan resmi tertulisnya, pihak Barantan menyebutkan bahwa upaya perbaikan oleh tim Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian sudah dimulai dari tanggal 5 Juli 2020 lalu.
Sembari perbaikan dilakukan, respon perizinan karantina pertanian ke portal Indonesia National Single Window (INSW) dan permohonan pemeriksaan karantina pertanian akan dilakukan secara manual.
Melihat kondisi yang ada, Hendra berharap ke depannya pembangunan sistem infrasturktur jaringan nirkabel yang tangguh dapat terus dilakukan dan ditingkatkan agar kejadian serupa tidak terulang. Sementara untuk jangka pendek, pihaknya hanya bisa berharap upaya perbaikan bisa dituntaskan sesegera mungkin.
“Asosiasi cuma bisa terus menerus memohon bantuan pihak IT Barantan memperbaiki sistemnya secepat mungkin,” tutur Hendra.
Baca Juga: Kementan telah merealisasikan 44% anggaran hingga awal Juli 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News