Reporter: Agung Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen serat selulosa, Lenzing Group harus berupaya lebih keras untuk memenangkan pasar Indonesia. Perusahaan asal Austria tersebut mengakui bahwa tantangan bisnis terbesar pada pola konsumsi serat pasar di Indonesia.
Dalam catatan Lenzing, mayoritas produk tekstil Indonesia berbahan baku poliester dari serat sintetis. Bahkan dominasi serat sintetis hingga 60% terhadap konsumsi nasional Indonesia.
Padahal bukan baru kemarin sore Lenzing berbisnis serat selulosa di Indonesia. Perusahaan itu memiliki 11,92% saham PT South Pacific Viscose yang berdiri tahun 1982.
Produksi serat selulosa Lenzing juga sudah berlangsung di Purwakarta, Jawa Barat. Kapasitas produksi terpasang pabrik tersebut sebesar 325.000 ton per tahun. Saat ini, utilitasnya hampir full kapasitas atau penuh.
Pabrik Purwakarta beroperasi dengan lima lini produksi dan 2.000 pekerja. Lenzing terakhir kali membenamkan investasi pada tahun 2011 silam, dengan nilai mencapai US$ 130 juta.
Lenzing memasarkan 65% produksi pabrik Purwakarta ke perusahaan tekstil dan garmen di Indonesia. "Sedangkan sekitar 35% nya itu untuk sektor non woven, yang mayoritas kami ekspor ke Jepang," terang Mohammad Chowdhury, Regional Director Asia, Middle East & Africa Lenzing Group saat konferensi pers berlangsung, Rabu (4/4).
Asal tahu, ada beragam produk non woven bikinan SPV. Beberapa di antaranya seperti kain kasa, popok dan kain kebutuhan medis lain.
Meskipun tantangan bisnis tak bisa dianggap enteng, Lenzing mengaku optimistis dengan prospek bisnis ke depan di Indonesia. Menurut pengamatan mereka, semakin banyak konsumen Indonesia yang melihat keunggulan serat selulosa yang berasal dari serat kayu.
Apalagi, serat selulosa terasa tepat untuk masyarakat di daerah tropis. "Konsumen juga makin menyadari terutama untuk negara tropis, produksi fiber dari kami dapat serap panas dan cocok untuk negara ini," tutur Winston A. Mulyadi, Lenzing Indonesia Commercial Head (SEA Region) dalam kesempatan yang sama.
Sejalan dengan optimisme itu, Lenzing merilis produk serat premium bermerek TENCEL. Berdasarkan jeni serat, merek produk itu terbagi dalam TENCE Modal dan TENCE Lyocell. Lewat merek itu, Lenzing ingin beralih dari produsen serat business to business (B2B) menjadi business to business to-consumer (B2B2C).
Dalam laporan keuangan Lenzing tahun 2017, SPV masuk dalam kategori perusahaan dengan kepentingan non-pengendali karena porsi saham Lenzing kurang dari 100%. Nilai kepentingan non pengendali dalam SPV mencapai € 31,02 juta per 31 Desember 2017. Sementara catatan pada 31 Desember 2016 mencapai € 31,88 juta.
Sepanjang tahun lalu, Lenzing membukukan pendapatan € 2,26 miliar atau terhitung tumbuh 6,10% year on year (yoy). Sementara laba bersih tahun berjalan Lenzing tahun lalu naik lebih dari lima kali lipat menjadi € 281,7 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News