kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Lima smelter jalan asal diguyur insentif


Senin, 03 Agustus 2015 / 10:48 WIB
Lima smelter jalan asal diguyur insentif


Reporter: Azis Husaini, Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Bijih Besi dan Bauksit Indonesia (APB3I) menyatakan, pengusaha smelter memerlukan insentif untuk memulai proyeknya. Saat ini baru dua smelter alumina yang jalan, yakni milik Well Harvest Winning berkapasitas 4 juta tondan  PT Bintan Alumina 2 juta ton, sementara tiga lagi masih menunggu kepastian insentif.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Bijih Besi dan Bauksit Indonesia (APB3I), Erry Sofyan, pembangunan smelter alumina membutuhkan investasi besar. Itu sebabnya, mereka memerlukan kepastian hukum.

Kini, sejumlah perusahaan berniat membangun smelter. Misalnya, Nusapati Group akan membangun smelter alumina berkapasitas 2 juta ton per tahun, PT Fajar Mentaya Abadi juga berkapasitas 2 juta ton, dan Gesit Group Baru juga berniat membangun smelter berkapasitas 2 juta ton. "Insentif diperlukan untuk pembiayaan pembangunannya, agar mendapatkan trust dari bank," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (30/7).

Menurut Erry, kebutuhan alumina diperkirakan sebesar 8 juta ton per tahun. Alhasil,  proyek pembangunan lima smelter alumina sudah dapat mengakomodasi seluruh kebutuhan itu. "Saat ini ada lima smelter alumina yang akan dibangun, kalau beroperasi semua, maka produksinya bisa mencapai 12 juta ton per tahun. Padahal, kebutuhan hanya 8 juta ton, malah bisa oversupply," ujarnya.

Menurut Erry, pembangunan smelter alumina merupakan respon atas berlakunya Undang-undang Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (minerba) dan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7/2012.

Kedua beleid tersebut menitahkan kepada para penambang untuk menjalankan program peningkatan nilai tambah produk pertambangan, serta kewajiban mengolah dan memurnikan mineral di dalam negeri.

Direktur Utama PT Bintan Alumina Indonesia, Zulnahar Usman, menyatakan bahwa pihaknya masih kesulitan merealisasikan pembangunan smelter di Bintan, Kepulauan Riau, lantaran terkendala proses pembebasan lahan.

Alhasil, target pembangunan smelter Bintan bisa molor dari target tahun 2016 menjadi 2017. "Kami membutuhkan bantuan pemerintah untuk turun tangan menyelesaikan hal ini. Kami ingin proyek smelter ini bisa dilakukan dengan cepat," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Penelaah Smelter Nasional Kementerian ESDM, Said Didu, menyatakan, dirinya sudah mengusulkan perusahaan yang menjalankan pembangunan 30%, boleh ekspor bauksit kembali. Asalkan, "Nilai ekspornya harus sesuai dengan kekurangan dana yang dibutuhkan dalam proyek smelter," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




[X]
×