Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Limbah tambang sisa hasil industri pertambangan ternyata masih sangat bermanfaat bagi manusia.
Indonesia harus memanfaatkan limbah tambang sisa hasil produksi aktivitas pertambangan secara optimal agar industri pertambangan di Indonesia tidak berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) meyakini pemanfaatan limbah tambang hal ini dapat dilakukan oleh perusahaan pertambangan dengan pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah.
Perhapi menilai limbah tambang tidak boleh menjadi momok dan harus bernilai baik secara ekonomi maupun lingkungan.
Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli mengungkapkan hal ini dalam diskusi virtual tentang limbah tambang berjudul "Waste to Resource in Mining Extractive Industries" yang diikuti oleh 620 peserta pada Kamis, 9 Juli 2020 lalu.
Menurut Perhapi, selama ini aktivitas kehidupan manusia sangat bergantung pada produk pertambangan seperti telepon genggam, alat transportasi, peralatan kedokteran, peralatan rumah tangga, kontruksi dan banyak lagi lainnya.
"Ke depan, dan bahkan telah dilakukan, (limbah tambang) sisa hasil industri tambang berupa tailing, slag, ataupun lumpur harus dapat dimanfaatkan," tandas Rizal.
Perhapi berharap industri tambang seminimal mungkin berdampak negatif terhadap lingkungan dengan tetap mengolah limbah tambang tersebut.
Sisa produksi (waste) atau limbah tambang dengan memperhatikan kembali mineral-mineral ikutan, termasuk logam tanah jarang (rare earth elements) dapat diolah kembali untuk dimanfaatkan sebagai mineral strategis, material konstruksi dan lain sebagainya.
"Sisa hasil tambang (limbah tambang) bisa memiliki nilai ekonomis dan pengelolaan sumber daya alam lebih optimal," ungkap Rizal.
Pakar Metalurgi Institut Teknologi Bandung, Zulfiadi Zulhan menambahkan, saat ini residu bauksit atau lumpur merah (red mud) sisa hasil pengolahan pabrik alumina dapat dimanfaatkan sebagai material kontruksi.
Red mud dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri metalurgi karena masih mengandung logam-logam berharga mulai dari besi, aluminium, titanium, scandium dan logam tanah jarang lainnya.
Zulfiadi mengklaim sudah melakukan penelitian sejak 2017 untuk mengekstraksi logam besi. Hasil penelitian dapat diterapkan di industri baja berbahan baku red mud.
Namun ada syaratnya, yakni red mudnya gratisalias Rp 0, dan letak pabrik bersebelahan dengan pabrik alumina dan persentase besi dalam red mud masih di atas 30%.
"Pabrik pemanfaatan red mud dapat menjadi sangat layak apabila logam-logam lain selain besi juga diekstraksi (alumunium dan scandium),“ ungkap Zulfiadi
Ia juga optimistis kolaborasi industri dan Perguruan Tinggi akan dapat mengoptimalkan pemanfaatan sisa hasil industri tambang.
Pemanfaatan sisa hasil tambang juga telah dilakukan oleh beberapa perusahaan. Dalam diskusi virtual tersebut terungkap, proses peleburan dan pemurnian konsentrat tembaga menjadi logam tembaga telah mendekati zero waste atau hampir tanpa sisa hasil produksi.
Senior Manager Technical Eksternal PT Smelting Gresik Bouman T Situmorang menyampaikan semua sisa hasil pengolahan dimanfaatkan dengan optimal.
Misalnya energi panas dari gas buang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Sulfur dioksida (SO2) dalam gas buang dikonversi menjadi asam sulfat yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk yang diserap oleh PT Pupuk Indonesia.
Pengelolaan limbah cair hasil tambang juga menghasilkan gipsum yang dapat dijual sebagai bahan baku pabrik semen.
"Slag yang dihasilkan yang merupakan limbah B3 dikirim ke pabrik semen,“ ungkap Bouman.
Bouman menambahkan, limbah tambang berupa Slag juga selain untuk bahan baku semen dapat digunakan untuk material sand blasting dan agregat beton.
Sementara limbah tambang berbentuk limbah cair berupa sludge cake yang mengandung tembaga 6%-10% masih bisa didaur ulang ke pabrik peleburan.
Selain itu, material bekas dari bag filter dan masker yang masih mengandung logam berharga didaur ulang di pabrik peleburan.
Sementara limbah tambang berbentuk tembaga bekas (scrap) dan sisa hasil pengolahan yang mengandung tembaga di pabrik lainnya dapat diproses di PT Smelting.
Limbah tambang yang berupa semua emisi gas buang dan limbah cair yang dilepaskan ke lingkungan dipantau secara reguler sehingga nilainya dibawah ambang batas.
Business Feasibility Manager PT Antam Tbk Helminton Sitanggang menambahkan, limbah tambang berupa residu dari hasil pengolahan emas berupa lumpur halus di Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor juga telah dimanfaatkan untuk perkerasan lantai kerja tambang bawah tanah dan bahan baku material konstruksi.
PT Antam mengklaim telah menjadi pelopor dari pemanfaatan limbah tambang berupa tailing sebagai bahan baku material konstruksi yang ramah lingkungan dimana produknya sudah diberi merek GFA (Green Fine Agregate) dan tersertifikasi SNI.
Produk hasil limbah tambang PT Antam yang diubah jadi material konstruksi ini berupa paving block dan conblock, batako, genteng.
"GFA ini digunakan oleh PT Antam untuk kebutuhan internal di perusahaan dan untuk program Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat," jelas Helminton.
Karena itulah, Perhapi berharap, industri pertambangan ke depan harus seoptimal mungkin memanfaatkan limbah tambang atau sisa hasil produksinya, baik di tambang maupun di industri lanjutannya seperti peleburan (smelter) serta pengolahan dan pemurnian.
Jika pengelolaan limbah tambangini dilakukan secara maksimal, maka sumber daya alam (SDA) Indonesia akan semakin bermanfaat dan dampak negatif tambang dapat minimalisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News