Reporter: Adisti Dini Indreswari, Merlinda Riska | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Kenaikan tarif tenaga listrik tahap kedua per awal April akan berefek ke bisnis ritel. Para pengelola pusat belanja mulai berancang-ancang menghadapi kenaikan tarif ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Handaka Santosa memastikan, pusat belanja akan menaikkan service charge bagi penyewa sebesar 5,11% pada kuartal kedua tahun ini. Padahal, di awal tahun, pusat belanja sudah menaikkan service charge sebesar 10%.
Tak berhenti sampai di situ, service charge berpotensi naik lagi pada kuartal tiga dan empat, masing-masing 5,41% dan 4,62%. "Dengan demikian, sepanjang tahun ini, service charge akan naik 25% dibandingkan tahun lalu," ungkap Handaka ketika dihubungi KONTAN, Selasa (26/3).
Sekadar informasi, service charge adalah biaya tambahan yang harus dibayar penyewa di luar tarif sewa. Berdasarkan catatan Handaka, rata-rata service charge pusat belanja di Jakarta saat ini berkisar antara Rp 70.000 hingga Rp 140.000 per meter persegi (m²) per bulan. "Memang berat, tapi mau bagaimana lagi kalau tidak naik?" katanya. Pusat belanja bukan tak berusaha menghemat, misalnya, mengatur suhu air conditioner (AC). Tapi, pengaruhnya tak terlalu besar.
Meski begitu, Handaka belum bisa memastikan kapan pusat belanja mulai menaikkan service charge. "Tergantung diskusi dengan penyewa masing-masing," ujar dia.
PT Agung Podomoro Land Tbk, pengembang sejumlah mal di Jakarta seperti Senayan City, Central Park, dan Kuningan City, sudah berencana menaikkan service charge di kuartal kedua. "Kenaikannya menyesuaikan dengan tarif listrik," ujar Hubungan Investor Agung Podomoro Land, Wibisono, Rabu (27/3).
Namun, ia belum bisa menyebutkan persentase kenaikan service charge lantaran masih berdialog dengan penyewa. Yang pasti, kenaikan secara bertahap.
Sebelumnya, Agung Podomoro Land juga sudah mengerek service charge satu kali, yaitu di awal tahun ini. Saat ini, rata-rata service charge di mal milik Agung Podomoro Rp 100.000 per m² per bulan.
Sebagai penyewa di pusat belanja, peritel pun tidak mau tinggal diam menghadapi kenaikan tarif listrik. Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Satria Hamid Ahmadi bilang, peritel akan menaikkan harga jual produk antara 10%-15%. "Konsumen harus siap," tegas dia, Kamis (28/3).
Menurut Satria, seluruh format ritel akan ikut merasakan dampak kenaikan tarif listrik, mulai dari minimarket hingga hipermarket. Maklum, apabila listrik naik, bisa dipastikan biaya produksi dari pemasok juga ikut naik. Bukan hanya itu, biaya operasional peritel pun terkerek. Satria menghitung, biaya operasional bisa melonjak hingga 20%.
Danny Konjongian, Direktur Corporate Communication Matahari Hypermart menyatakan, skenario kenaikan service charge akan dibebankan tenant. "Tapi, sejauh ini, kami belum dapat berita apapun dari pengelola mal yang kami sewa," kata dia baru-baru ini.
Jika pun naik, pengelola pusat belanja tentu memiliki kebijakan beragam soal persentase kenaikan service charge. "Tiap pengelola mal juga berbeda-beda caranya, ada yang langsung menaikkan tarif ke kami.
Namun, ada yang mengajak rapat lalu ditemukan solusi bersama," ujar dia. Skema bisnis yang dicapai antara kedua belah pihak harus saling menguntungkan. "Untuk efek kenaikan TTL terhadap service charge, kami masih menunggu kabar dari pengelola mal," ucap Danny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News