Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah merumuskan kebijakan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG 3 kg satu harga secara nasional.
Namun, sebelum itu, pemerintah harus terlebih dahulu merevisi dua Peraturan Presiden (Perpres) terkait penyaluran LPG. Yaitu Perpres Nomor 104 Tahun 2007 soal peraturan tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tabung 3 Kilogram.
Dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019 tentang Peraturan Presiden tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) untuk nelayan dan petani.
Sebelumnya, dalam catatan Kontan, implementasi LPG 3 Kg satu harga ini ditargetkan dapat diterapkan mulai 2026.
Terkait target ini, menurut Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development (FESD) Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mewanti-wanti adanya tekanan fiskal dari penerapan LPG satu harga ini.
"Indikasi tekanan fiskal tersebut semakin nyata mengingat skema satu harga akan mengalihkan seluruh biaya distribusi dari pengecer ke pemerintah," ungkap Abra dalam riset terbaru INDEF, dikutip Senin (04/08/2025).
Baca Juga: Penerapan LPG 3 Kg Satu Harga dan Bansos KPM Bakal Diterapkan Bersamaan
Dalam pelaksanaannya, Abra menyebut PT Pertamina (Persero) sebagai pihak yang ditugaskan mendistribusikan LPG 3 kg ke seluruh wilayah akan menanggung biaya distribusi di awal, sebelum diganti melalui skema subsidi dalam APBN.
"Skema ini mengikuti pola subsidi energi yang selama ini berlaku, di mana pemerintah memberikan kompensasi setelah penyaluran dilakukan," ungkap dia.
Meski begitu, penetapan LPG 3 Kg satu harga diakui memiliki sisi positif, terutama untuk keadilan harga di tiap daerah Indonesia dan menekan disparitas harga.
"Pro-nya, menyamakan harga LPG subsidi di seluruh provinsi menciptakan keadilan sosial dan mengurangi disparitas antarwilayah. Dengan catatan, subsidi dapat lebih efisien dengan sistem berbasis penerima manfaat dan rantai distribusi yang lebih terkontrol," tambahnya.
Namun, jika skema ini diterapkan tanpa melihat dampak dari biaya logistik antarwilayah yang tinggi dan pendanaan subsidi tidak mencukupi, pemerintah harus menanggung selisih distribusi yang dapat memperbesar beban fiskal.
Ini juga terlihat dari total alokasi subsidi LPG 3 kg yang telah terserap sebanyak 78% hanya dalam waktu enam bulan pertama tahun 2025.
"Keberhasilan (LPG satu harga) juga tergantung pada validitas data penerima dan efektivitas pengawasan di lapangan," katanya.
Sebagai informasi, penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) resmi LPG 3 kg saat ini berada di kisaran Rp 16.000-19.000 per tabung, tergantung wilayah.
Namun harga di lapangan sering kali mencapai Rp 22.000–23.000 di pengecer bahkan hingga Rp 50.000 per tabung di daerah terpencil.
Latar belakang inilah yang membuat Kementerian ESDM ingin menerapkan LPG 3 kg satu harga.
Dalam catatan terakhir Kontan, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengungkap skema LPG satu harga di Indonesia akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
"Sudah pernah kita bicarakan dan sekarang konsepnya (LPG satu harga) itu nanti di-Perpres. Nanti kalau sudah Perpres-nya selesai, baru saya akan sampaikan," ungkap Bahlil saat ditemui di agenda di Jakarta, Rabu (30/07).
Sejak diumumkan pada awal Juli 2025, Bahlil bilang hingga saat ini pembahasan mengenai peraturan detail masih berlangsung.
Baca Juga: Pemerintah Dorong Hilirisasi Batubara untuk Gantikan Impor Jumbo LPG Rp 80 Triliun
Selanjutnya: Kabar Terkini Olahraga: Konflik Lahan MU, hingga Qatar Masuk Bursa Olimpiade 2036
Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 4-7 Agustus 2025, Daging Semur-Telur Omega Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News