Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Kendati begitu, hilirisasi batubara ini bukan tanpa catatan. Menurut Luhut, sejumlah hal yang masih perlu diperhatikan ialah terkait harga serta tingkat investasi dan pengembalian modalnya alias internal rate of return (IRR).
"Nanti di sini masalah itu, mengenai harga dan juga investasi dan IRR-nya DME dan metanol," sambung Luhut.
Dia mengklaim, proyek coal to methanol relatif tidak memiliki persoalan yang signifikan. Alasannya, skema yang digunakan untuk proyek tersebut bersifat business to business (B to B) dan tidak memerlukan subsidi dari pemerintah.
Lain hal nya dengan proyek coal to DME yang masih membutuhkan kajian lebih mendalam karena berpotensi memerlukan subsidi yang lebih besar dibandingkan LPG pada harga saat ini. Dengan kajian lebih lanjut, imbuh Luhut, manfaat ekonomis diharapkan tidak hanya berupa substitusi impor namun juga pada perbaikan manajemen subsidi energi.
Baca Juga: Begini plus dan minus kewajiban hilirisasi batubara menurut IMEF
"Kalau metanol saya tidak melihat ada masalah, tapi mungkin DME ada sedikit masalah karena menyangkut harga. Tapi itu bisa diomongin lah," sebut Luhut.
Namun dia menegaskan bahwa hilirisasi batubara menjadi DME mesti diimplementasikan. Hal itu penting untuk mengurangi impor LPG sehingga bisa memperbaiki current account deficit (CAD). Pasalnya, impor LPG mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, dan menjadi 5,7 juta ton pada tahun 2019 lalu.
"Jadi DME sebagai substitusi LPG, mengurangi impor. Angkanya sangat besar, jumlahnya, nilainya. Itu perlu kita hati-hati jangan sampai CAD juga kena," imbuhnya.
Adapun, proyek gasifikasi batubara menjadi DME akan dilakukan oleh konsorsium PTBA. Nilai investasi untuk proyek yang berlokasi di Sumatra Selatan itu paling tidak mencapai US$ 2,4 miliar dengan produksi mencapai 1,4 juta ton DME per tahun.
Baca Juga: Begini tanggapan APBI terkait kewajiban perusahaan tingkatkan nilai tambah batubara
Dalam paparan Luhut, disebutkan bahwa pemerintah menyiapkan insentif berupa royalti batubara input sebesar 0%, tax holiday 20 tahun, pembebasan pajak impor saat konstruksi dan sedang mengkaji permintaan tambahan untuk subsidi.
Sedangkan untuk batubara menjadi metanol akan dikerjakan oleh Grup Bakrie di Kalimantan Timur. Proyek dengan investasi sekitar US$ 1,8 miliar itu akan memproduksi 1,8 juta ton metanol per tahun. Pemerintah menyiapkan insentif berupa royalti batubara input sebesar 0%, tak holiday 20 tahun, dan pembebasan pajak impor saat konstruksi.
Selanjutnya: Klaim akan jalankan hilirisasi batubara, Arutmin Indonesia: Kami harap ada insentif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News