Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Meski aturan pembatasan impor ternyata cukup ampuh menekankan produk impor dari China, nilai impor makanan dan minuman masih cukup tinggi. Sebagian besar berasal dari Malaysia.
Data yang dilansir oleh Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menunjukkan, nilai impor makanan dan minuman sepanjang Januari hingga Agustus 2011 mencapai US$ 155,7 miliar atau naik 14,07% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 136,5 miliar.
Dilihat dari asal pengiriman barang, impor makanan minuman paling besar datang dari Malaysia. Pangsa pasar impor asal Malaysia mencapai 24,33% dari total impor makanan minuman. Jumlah ini makin besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang pangsa pasarnya baru mencapai 17,5%.
Uniknya, porsi impor makanan dan minuman asal China yang biasanya menguasai pasar, kini makin menyusut. "Kontribusi produk makanan minuman dari China terhadap total impor untuk periode Januari-Agustus 2011 tinggal 14,2%, turun dari tahun lalu sebesar 19,5%," ujar Sekretaris Jenderal Gapmmi, Franky Sibarani kepada KONTAN, Senin (19/9).
Sampai Agustus 2011, nilai impor makanan minuman asal China dan Hong Kong mencapai US$ 26,6 juta, turun 16,8% dari impor di periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 22,1 juta.
Franky menjelaskan, penurunan impor asal China akibat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 tahun 2010 tentang pembatasan pelabuhan dan impor produk tertentu. Permendag tersebut cukup ampuh mengendalikan masuknya impor makanan dan minuman, khususnya dari China dan Hong Kong. "Pengawasan di pasar dalam negeri dan pembatasan pelabuhan masuk lebih ketat, importir terdaftarnya juga dibatasi," jelasnya.
Faktor lainnya, harga produk makanan dan minuman dari China dan Hong Kong sudah tidak semurah dulu. Selain itu, masyarakat sudah lebih kritis terhadap kualitas dan rasa produk makanan minuman impor dari China.
Agar lebih efektif, Franky menyarankan pemerintah perlu meningkatkan pengawasan di daerah-daerah perbatasan, baik darat ataupun laut. "Di daerah ini, banyak ditemukan produk makanan minuman ilegal," tuturnya.
Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kementrian Perindustrian, Agus Tjahyana mengaku belum mengkhawatirkan kenaikan impor makanan minuman ini. Angka kenaikan maupun penurunan impor secara bulanan merupakan praktik bisnis yang biasa terjadi. "Kami melihat data selama 36 bulan berturut-turut, dan yang harus diwaspadai adanya unfair practice," kata Agus lewat pesan singkatnya.
Menurut Agus, kenaikan impor tahun itu lebih disebabkan karena permintaan makanan dan minuman di dalam negeri naik. Hal itu juga memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di dalam negeri. "Sampai saat ini, belum ada keluhan saya terima dari asosiasi makanan minuman," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News