Reporter: Leni Wandira | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - INDRAMAYU. Industri petrokimia Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius akibat maraknya impor bahan baku plastik. Negara-negara penghasil polypropylene seperti Vietnam dan Thailand semakin banyak yang membidik pasar Indonesia.
Dwinanto Kurniawan, Commercial and Support Director PT Polytama Propindo (Polytama) membeberkan perekonomian Cina yang melemah berperan besar dalam situasi saat ini. Sebelum pandemi, negara-negara penghasil polipropilin seperti Vietnam dan Thailand mengirimkan produk mereka ke Cina sebagai pasar utama. Namun, sejak Covid-19, permintaan dari Cina tidak sesuai harapan, menyebabkan produk-produk tersebut beralih ke pasar Indonesia.
"Dengan populasi yang besar, kebutuhan plastik di Indonesia semakin meningkat, dan produk dari negara tetangga pun mulai membanjiri pasar kita. Jadi, inilah yang sekarang memang kita sedang hadapi (Maraknya impor)," ungkap Dwiyanto saat ditemui di kantor Polytama pada Selasa (24/9).
Akibatnya, industri lokal berjuang keras untuk tetap kompetitif. Produk impor yang lebih murah menyebabkan harga produk lokal menjadi tidak bersaing. Jika situasi ini berlanjut, bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Penurunan signifikan dalam tingkat utilisasi industri petrokimia kini sudah mendekati 50%.
Menurutnya perlindungan dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan industri petrokimia. Tanpa intervensi pemerintah, industri lokal akan kesulitan bertahan di tengah serbuan produk impor.
"Jadi, memang butuh, dukungan dari pemerintah. Bukan hanya di produk di atasnya, di plastiknya, tapi juga di produk akhir. Perlu dibantu untuk dikontrol supaya produk China itu atau produk lain dari negara lain tidak banyak masuk ke Indonesia," tegasnya.
Baca Juga: Polytama Propindo Targetkan Produksi 600.000 Ton Polypropylene di Tahun 2027
Dukungan tersebut, tidak hanya penting untuk produk hulu, tetapi juga untuk produk akhir yang masuk ke Indonesia. Dwinanto menjelaskan bahwa kontrol terhadap produk impor sangat penting untuk melindungi industri lokal dan membantu masyarakat untuk lebih memilih produk dalam negeri.
Dwinanto juga mencatat bahwa meskipun permintaan pasar domestik masih ada, banyak pelanggan terpaksa mengurangi produksi karena tekanan dari produk impor.
"Mereka mengatakan bahwa barang-barang impor membuat mereka menurunkan produksi, meskipun permintaan tetap ada," jelasnya.
Dukungan dan perlindungan yang lebih kuat akan sangat menentukan keberlangsungan industri lokal dan lapangan kerja di sektor ini. Tanpa langkah-langkah konkret untuk mengatasi tantangan ini, masa depan industri petrokimia di Indonesia bisa terancam, dan ini menjadi perhatian serius bagi semua pihak yang terlibat.
Sebelumya, Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait penurunan signifikan dalam tingkat utilisasi industri petrokimia yang kini mendekati 50%. Sekretaris Jenderal Inaplas, Fajar Budiono menegaskan bahwa situasi ini berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor ini.
Menurut Budiono, penurunan utilisasi ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk turunnya harga komoditas petrokimia dan daya beli masyarakat yang masih rendah. Untuk itu, perlunya pengetatan impor produk barang jadi plastik dari luar negeri guna memproteksi industri hilir plastik dalam negeri.
"Harga bahan baku saat ini turun, dan diperkirakan baru akan mengalami kenaikan sekitar dua minggu ke depan. Namun, permintaan masih tetap rendah dan lebih banyak diisi oleh barang-barang impor," ujar Fajar saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Minggu (8/9).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News