kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.288   90,00   0,59%
  • IDX 7.884   54,67   0,70%
  • KOMPAS100 1.202   6,66   0,56%
  • LQ45 977   6,97   0,72%
  • ISSI 228   0,08   0,04%
  • IDX30 498   3,09   0,62%
  • IDXHIDIV20 602   4,66   0,78%
  • IDX80 137   0,64   0,47%
  • IDXV30 140   -0,22   -0,16%
  • IDXQ30 167   1,12   0,68%

Pebisnis Kemasan Kritik Wacana Pemberlakuan Safeguard Bahan Baku Plastik


Selasa, 17 September 2024 / 09:32 WIB
Pebisnis Kemasan Kritik Wacana Pemberlakuan Safeguard Bahan Baku Plastik
ILUSTRASI. Produksi bahan baku kemasan plastik


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memulai penyelidikan pengamanan perdagangan (safeguard measures) atas lonjakan impor salah satu bahan baku plastik yaitu Linear Low Density Polythylene (LLDPE) dalam bentuk selain cair atau pasta.

Sebagai informasi, LLDPE atau politilena linear kepadatan rendah adalah sejenis plastik termal yang diproduksi lewat pemanasan dengan karakteristik seperti tahan terhadap tusukan, tidak mudah koyak, tahan terhadap senyawa kimia, dan fleksibel. LLDPE umumnya dipakai untuk pelapis kemasan, kemasan plastik, pelapis pemisah ban, dan lain-lain.

Ketua KPPI Franciska Simanjuntak mengatakan, KPPI telah menerima permohonan secara resmi untuk melakukan penyelidikan safeguard measures untuk impor LLDPE pada pertengahan Agustus lalu.

Permohonan tersebut diajukan oleh Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mewakili industri dalam negeri yaitu PT Chandra Asri Pacific Tbk  (TPIA) dan PT Lotte Chemical Titan Nusantara.

Baca Juga: Pasar Domestik Dibanjiri Impor Aneka Produk Asal China

KPPI pun mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa dalam tiga tahun terakhir (2021-2023) terjadi peningkatan impor barang LLDPE dalam bentuk selain cair atau pasta dengan tren sebesar 13,54%.

Pada 2023, impor LLDPE ke Indonesia tercatat sebesar 280.385 ton, naik 33,27% dari tahun sebelumnya yakni 210.382 ton. Sementara pada 2022, impor produk tersebut turun 3,27% dari capaian tahun 2021 yaitu 217.494 ton.

Mayoritas impor LLDPE dalam bentuk selain cari atau pasta pada 2023 berasal dari Malaysia (43,43%), kemudian diikuti oleh Thailand (37.52%),  Arab Saudi (8,36%), dan Amerika Serikat (2,97%).

Pihak KPPI menemukan fakta adanya indikasi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami pihak pemohon. Hal ini meliputi penurunan produksi dan kapasitas terpakai, penurunan penjualan domestik, kerugian finansial, dan penurunan pangsa pasar pasar industri domestik.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Packaging Federation (IPF) Henky Wibawa justru mengkritik permohonan safeguard measures atas produk LLDPE dalam bentuk selain cair atau pasta. Permohonan kebijakan proteksi ini memperlihatkan ketidakmampuan industri petrokimia Indonesia dalam mengejar perkembangan teknologi pembuatan LLDPE.

Sejauh ini, produsen LLDPE lokal masih membutuhkan bahan baku berupa naphtha yang diimpor dari luar negeri. Padahal, sudah ada teknologi modern untuk produksi LLDPE tanpa menggunakan napthta yang diterapkan di negara-negara lain.

Belum lagi, kapasitas produksi pemohon seperti TPIA dan Lotte Chemical belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan LLDPE di dalam negeri, sehingga industri hilir tetap harus mengimpor produk tersebut. Alhasil, IPF menganggap rencana pengenaan safeguard untuk impor LLDPE dalam bentuk selain cair atau pasta tidak tepat.

Baca Juga: Chandra Asri (TPIA) Telah Serap Capex US$ 158,6 Juta pada Semester I-2024

"Industri raksasa di hulu dapat meminta proteksi, sedangkan industri hilir yang relatif kecil dan berjumlah banyak akan dirugikan," tegas  Henky, Senin (16/9).

Lantas, biaya produksi kemasan yang menggunakan LLDPE akan membengkak jika safeguard diberlakukan.

Ancaman banjir impor produk kemasan dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina menjadi terbuka lantaran mereka tidak dikenakan bea masuk tambahan. Produk-produk impor ini akan lebih mudah diserap konsumennya yakni industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Sebab, mereka akan memilih kemasan yang lebih murah mengingat pertimbangan bisnis.

"Kalau industri hulu tidak bisa bersaing, mestinya merek melakukan upgrade teknologi atau menerapkan ekonomi sirkular," jelas Henky.

Terlepas dari itu, IPF memperkirakan kinerja industri kemasan masih bisa tumbuh dengan penjualan rata-rata sekitar 2%--3% per tahun.

Selanjutnya: Intip Rekomendasi Saham ADRO, AMRT, WIKA PTPP, BSDE dan PNLF untuk Selasa (17/9)

Menarik Dibaca: IHSG Melanjutkan Penguatan Pada Pembukaan Selasa Pagi (13/9)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×