Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kabar tak sedap bagi para trader gas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membatasi porsi margin keuntungan yang bisa dinikmati oleh trader gas sebesar 5%.
Pembatasan porsi margin laba bagi para trader gas itu akan tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja menyatakan, calon aturan baru itu akan memuat penentuan harga jual gas bumi ke konsumen akhir, formula perhitungan tarif penyaluran dan biaya niaga, hingga insentif bagi trader gas yang mengembangkan distribusi gas di wilayah yang pasar gas buminya belum berkembang (lihat tabel).
Wiratmaja menilai, trader gas tetap menikmati keuntungan menarik kendati ada sejumlah pembatasan di sana-sini. "Formula yang dirumuskan oleh pemerintah masih akan tetap adil bagi para investor yang ingin membangun infrastruktur gas hilir," tandas dia, kemarin (9/2).
Sekretaris Jenderal Indonesia Natural Gas Trader Association (INGTA), Eddy Asmanto menyatakan, INGTA memang diajak berdiskusi oleh pemerintah terkait dengan pembahasan aturan gas ini dan memberikan sejumlah masukan. Sayang, pemerintah agaknya tetap bersikukuh pada pendiriannya dan mengabaikan masukan pengusaha.
Oleh karena itu, mereka berkeberatan atas formula harga gas yang akan ditetapkan pemerintah. "Berdasarkan kondisi saat ini, kami tidak mungkin beroperasi dengan batasan seperti itu dan margin 5%," kata Eddy kepada KONTAN, Kamis (9/2).
Dia menyatakan, jika aturan ini bertujuan untuk menurunkan harga gas di tingkat konsumen akhir, pemerintah seharusnya menurunkan harga jual gas tingkat hulu. Sebab, komponen harga gas di tingkat hulu menyumbang 85%-90% terhadap total harga jual gas. Sementara komponen biaya transmisi dan distribusi gas hanya menopang 10%-15% terhadap total harga jual.
Selain itu, kata Eddy, biaya transmisi dan distribusi tidak bisa dibuat dengan formula harga tetap (fix). Alasannya, biaya pembangunan pipa transmisi dan distribusi gas di setiap daerah itu berbeda-beda. Alhasil, "Karena beda itulah tidak bisa dibatasi 5%. Apalagi ada faktor risiko lain, misalnya konsumen yang kolaps atau risiko lain. Jadi tidak bisa fix," jelas Eddy.
Dia menyatakan, jika pemerintah tetap menerapkan aturan ini, banyak perusahaan trader gas yang akan mati. "Sekarang saja sudah banyak yang sekarat," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News