kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,96   -1,37   -0.15%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Margin tipis, pebisnis SPBU pilih jual premium


Rabu, 16 Maret 2016 / 11:41 WIB
Margin tipis, pebisnis SPBU pilih jual premium


Reporter: Febrina Ratna Iskana, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Jika Anda kesulitan belakangan menemukan bahan bakar minyak atau BBM jenis Pertamax dan Pertamax Plus, inilah jawaban PT Pertamina.

Perusahaan negara ini beralasan beberapa pengusaha Stasiun Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta telat  membeli dua jenis produk bahan bakar itu.

Ini lantaran pengusaha SPBU ogah menimbun stok saat tren harga bahan bakar menurun. Pengusaha tak mau merugi jika Pertamina kemudian menurunkan harga BBM seperti per 15 Maret harga Pertamax turun Rp 200 per liter. 

"Ini hukum alam terjadi kelangkaan saat harga BBM turun," ujar  Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Ahmad Bambang kepada KONTAN, Selasa (15/3). Sebaliknya, saat harga turun, konsumen  beramai-ramai membeli. Alhasil, BBM menjadi langka. 

Vice President Fuel Retail Marketing PT Pertamina Afandi menambahkan,  Pertamina memberikan margin tinggi ke pengusaha SPBU yang menjual Pertamax dan Petamax plus dibandingkan menjual premium agar ketersediaan Pertamax terjamin. 

"Penjualan Pertamax di SPBU lebih untung Rp 100 per liter ketimbang menjual premium," ungkap dia kepada KONTAN, Selasa (16/3). Meski harga terus terus, margin untuk para pengusaha SPBU yang menjual Pertamax dan Pertamax. Demikian pula dengan margin penjualan Premium.

Menurut dia, saat ini, penjualan Pertamax dan Pertamax  terpantau meningkat sekitar 20% pada Februari 2016 bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni sebesar 240.000 kiloliter (kl) dan pada Januari 2015 hanya 200.000 kl. Sementara penjualan Premium stabil dengan rata-rata penjualan 2 juta kl per bulan. 

Tahun ini, Pertamina pun akan konsentrasi dengan penjualan Pertalite. Pasalnya, pada tahun 2015 lalu diklaim bahwa 5% pengguna Premium telah beralih ke Pertalite. "Tahun ini semoga pengguna premium beralih ke pertalite sebanyak 15%,"  ujarnya. 

Jika tak ada aral melintang, pada April 2016 ini Pertamina akan meluncurkan produk baru Dexlite setelah sebelumnya disebut Solarlite.

"Karena nama Solarlite telah dipakai, Dexlite sudah kami daftarkan ke BKPM. Kalau lancar prosesnya, akan launching April," ungkapnya.

Omzet kecil

Chief Executive Officer  PT Doea Tiga Sinergi Indonesia, pemilik SPBU di Yogyakarta Doddy Cahyo Nugroho mengatakan, ada kecenderungan pengusaha SPBU menahan stok Pertamax. 

Apalagi, kata dia omzet penjualan Pertamax juga tak seberapa. 

"Kami memesan Pertamax  sebanyak empat ton per hari. Bila kami menyetok tanggal 1 sampai 15 sebelum harga turun, maka akan rugi karena harga kemudian turun lagi," ujarnya. 

Jika pengusaha salah berhitung maka margin mereka  akan terpangkas. Beberapa pengusaha SPBU yang dihubungi KONTAN juga mengaku enggan menjual Pertamax karena omzet penjualannya kecil. 

Sebab, "Pembelinya tidak sebanyak Premium dan Solar," kata Doddy. Asal tahu saja,  margin penjualan Pertamax sebesar Rp 325 per liter, sedangkan Rp 272 per liter untuk Premium.

Persoalan lain, kata Doddy, distribusi Pertamax lebih lama satu hari ketimbang saat pengusaha memesan premium. Tapi, "Sekarang seluruh SPBU diwajibkan untuk menjual Pertamax," kata dia. Padahal, sebelumnya pengusaha bisa memilih BBM apa saja yang bisa dijual.

Meski begitu, Doddy menilai, penurunan harga Pertamax jadi momentum yang baik bagi konsumen untuk switching dari Premium ke Pertamax. "Harga turun tidak menurunkan margin yang kami dapat karena margin sudah dikunci dalam bentuk angka pasti, berapa pun harga BBM-nya," imbuhnya.

Ketua Umum Hiswana Migas Eri Purnomohadi meminta margin dari penjualan BBM bisa mencapai Rp 500 per liter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×