kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Masih ada harapan dan peluang bisnis di tengah krisis corona


Minggu, 05 April 2020 / 12:18 WIB
Masih ada harapan dan peluang bisnis di tengah krisis corona
ILUSTRASI. Pengunjung mengantre?untuk membayar di kasir sebuah hipermarket di Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (26/3). Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencatat, walaupun tidak separah bisnis ritel penjual produk non pangan, penurunan?pengunjung sebesar


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak wabah corona (Covid-19) berimbas signifikan di seluruh dunia. Mayoritas negara di dunia diprediksikan mengalami penurunan ekonomi, bahkan sampai di bawah nol persen alias minus. Perekonomian Indonesia juga berpotensi terpuruk.

"Meski turun, ekonomi kita diprediksi tetap positif. Setidaknya ada tiga negara Asia yang akan tetap positif. Selain Indonesia, ada China dan India. Kita diprediksi turun dari kisaran 5% ke 2%," ujar Ketua Indonesia Marketing Association (IMA) Suparno Djasmin dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IMA yang digelar secara online via Zoom, Sabtu (4/4), sebagaimana pernyataan resminya yang diterima KONTAN, Minggu (5/4).

Selain Suparno yang juga Direktur Astra International, rapat kerja online ini diikuti beberapa anggota IMA yang juga ahli dan praktisi, mulai dari pakar marketing serta Founder & Chairman MarkPlus Inc Hermawan Kartajaya, Komisaris Rajawali Corpora YW Junardy, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan, hingga Global Director Mayora Group Ricky Afrianto.

Lebih jauh, Suparno menilai krisis saat ini tidak bisa dibandingkan dengan tahun 1998 maupun 2008. Kedua krisis tersebut terjadi secara ekonomi dan tidak membatasi pergerakan masyarakat untuk tetap beraktivitas. Sehingga perdagangan masih bisa berjalan. Namun saat ini mayoritas aktivitas ekonomi berhenti total.

Pernyataan Suparno diamini Junanto Herdiawan yang melihat dari sisi pemerintah. Menurut dia, yang terjadi kini adalah krisis kemanusiaan. "Ekonomi pasti terdampak. Dan tidak ada satu pun pemerintahan di dunia yang punya pengalaman menghadapi krisis sangat global seperti ini," ungkap pria yang akrab disapa Iwan ini.

Ada beberapa skenario "what if" sedang disiapkan. Salah satunya pertumbuhan ekonomi -0,4% dengan nilai tukar rupiah Rp 20.000 per dollar AS. Ini adalah skenario, bukan proyeksi. Skenario dibuat agar pemerintah lebih siap mengambil kebijakan jika benar-benar terjadi. Untuk saat ini, pemerintah berusaha agar likuiditas terjaga.

>> Ada peluang dan harapan saat krisis, di halaman selanjutnya

Seperti diutarakan Hermawan Kartajaya yang juga Honorary Founder of IMA, di balik krisis selalu ada peluang. Nilai tukar rupiah yang mulai bergerak di atas Rp 16.000 dari sekitar Rp 14.000 tidak separah krisis 1998, yang bergerak tajam dari Rp 2.500 ke Rp 15.000.

Tidak semua sektor bisnis anjlok. Ada sektor-sektor relevan yang justru bisnisnya membaik. Sebut saja sektor medis dan kesehatan, perdagangan online atau e-commerce, sampai FMCG.

"Dalam pantauan kami, ada beberapa kategori produk malah meningkat. Minyak goreng sudah pasti, karena masyarakat tidak ke mana-mana. Produk kesehatan seperi sabun cair, tisu, sampai vitamin apalagi. Bahkan sampai es krim pun ikut naik. Bisa jadi karena pelajar tinggal di rumah sehingga konsumsinya tinggi," tambah Ricky Afrianto dari Mayora.

Apalagi produk FMCG yang sangat kuat di offline kini harus beralih distribusinya secara online. Beberapa produk mulai beradaptasi dengan penjualan via e-commerce, yang ternyata lonjakannya signifikan.

Salah satu tantangan yang masih harus dihadapi adalah nilai tukar mata uang, yang diharapkan terjaga karena imbasnya bisa kepada harga jual. Pasalnya, bahan baku sektor FMCG masih banyak yang impor. Kegiatan promosi offline sudah pasti harus berhenti. Namun dengan jumlah penonton televisi yang meningkat tajam, spending dialihkan dan ditingkatkan ke arah sana.

Kesempatan pun seharusnya terbuka lebar untuk sektor lain seperti tekstil. Sektor ini terdampak karena bahan baku masih ada yang impor dari China. "Kalo sekarang kancingnya saja masih impor dan industri berhenti karena tidak ada supply, pemain lokal bisa memanfaatkan ini. Sehingga nanti tidak bergantung impor karena sudah diisi oleh supplier lokal," ujar Komisaris Rajawali Corpora YW Junardy.

Rakernas IMA seharusnya dilakukan di Palembang. Namun di tengah situasi COVID-19 dilakukan sevara online via Zoom. Suparno berharap lewat Rakernas ini bisa menjadi ajang berbagi pemikiran yang berguna untuk publik dan bisa disalurkan lewat pemerintah.

Salah satunya lewat Deklarasi Rakernas Virtual IMA 2020 yang akan diserahkan kepada pemerintah lewat Kementerian Perdagangan. "Isinya adalah kami ingin menunjukkan kepada pemerintah bahwa krisis Covid-19 harus menjadi momentum dalam menjalankan bisnis lebih baik. Lewat dua kerangka pemikiran, yaitu surviving dan sustaining. Kami ingin mengajak pelaku bisnis untuk berpikir jangka panjang agar usaha tetap tumbuh setelah Covid-19 selesai," tutup Suparno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×