Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -SUMBA. Perkembangan telekomunikasi generasi kelima (5G) di Indonesia nampaknya jalan di tempat. Berbeda dengan negara-negara lain yang terus melaju , perkembangan infrastruktur 5G belum kunjung berkembang.
Sigit Puspito Wigati Jarot, Ketua Mastel (Masyarakat Telekomunikasi Indonesia) dalam Huawei Media Camp 2023 yang digelar di Sumba akhir pekan lalu (9/12) menyebut, tidak semua negara dengan gampang menggelar 5G.
“Termasuk di Indonesia. Kita mengadopsi 5G sejak 2021, tapi masih banyak tantangan dan hambatan,” sebutnya. Coverage 5G yang masih rendah, kualitas jaringan juga belum 100% memadai.
Tantangan lainnya adalah pasar yang belum banyak berkembang di Indonesia. "Saat seperti ini, perusahaan seperti Huawei dan operator butuh menciptakan demand atas kebutuhan atas jaringan 5G," ujar Sigit.
Baca Juga: Huawei Terus Merangsek ke Infrastruktur Teknologi dari Woosh hingga 5G
Mr Long, CEO Huawei Indonesia menambahkan konektivitas digital dan modern menjadi hal penting dalam menyongsong era 5.0. Tak hanya dalam komunikasi, tapi juga dalam urusan bisnis. Ini pula yang menjadi perhatian Huawei.
Huawei mengaku akan terus memaksimalkan implementasi 5G di tahun depan. Apalagi, kata Long, Huawei telah berhasil membangun jaringan 5G di 10 kota terbesar di dunia.
Huawei juga telah bekerja sama dengan 400 operator selular di seluruh dunia dalam menyediakan produk data storage dan solusi cerdas berbasis 5G. Saat ini, “Teknologi ini membantu kehidupan penduduk di 700 smart city yang tersebar di lebih 100 negara dan regional,” sebut Long.
Baca Juga: IoT dan 5G Semakin Marak, Adopsi Internet Protocol Versi 6 Terus Meningkat
Hanya, menurut Sigit, manfaat penggunaan teknologi 5G di Indonesia masih sulit direalisasikan. Alhasil, ia memprediksi perkembangan 5G di Indonesia masih akan berjalan di tempat di tahun 2024.
Sekadar mengingatkan, pemerintah akan membuka lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz. Meskipun lelang frekuensi kali ini lebih ideal di frekuensi mid, yaitu 2,6 GHz dan 3,5 Ghz.
Tak bisa ngegas lantaran industri telekomunikasi saat ini juga sedang menghadapi tekanan.
“Namun jika terus mengandalkan jaringan 4G, maka pertumbuhan bisnis operator berpotensi terhambat,” sebut Sigit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News