Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang tengah digodok pemerintah dinilai tidak serta-merta mampu menekan impor gula Indonesia. Pasalnya, hingga kini Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Dwi Purnomo menekankan bahwa masalah utama industri gula nasional terletak pada produksi, bukan konsumsi.
Ia menjelaskan, industri MBDK sebagian besar menggunakan gula rafinasi yang berbahan baku gula impor (raw sugar), sementara produksi gula tebu dalam negeri hanya diperuntukkan untuk konsumsi rumah tangga, sesuai ketentuan Permendag 47/2024.
“Dampak penerapan cukai MBDK lebih terasa bagi industri minuman berbasis gula rafinasi impor. Sedangkan bagi petani tebu dan pabrik gula, pengaruhnya relatif kecil karena serapan gula konsumsi di dalam negeri masih tetap tinggi,” jelas Dwi kepada Kontan, Minggu (14/9/2025).
Baca Juga: Cukai Minuman Manis untuk Produk Pabrikan, Efektivitas Pengendalian Gula Terbatas
Lebih lanjut, ia bilang konsumsi gula nasional saat ini mencapai kisaran 6,5 juta ton per tahun. Rinciannya, sebanyak 3 juta ton untuk konsumsi rumah tangga dan sebanyak 3,5 juta ton untuk industri. Namun, produksi dalam negeri baru sekitar 2,5 juta ton, sehingga defisit mau tak mau perlu dipenuhi lewat impor.
“Secara teori, penurunan konsumsi bisa menekan impor. Namun kenyataannya, gap terbesar ada di sisi produksi yang masih jauh dari kebutuhan. Jadi, cukai MBDK tidak otomatis membuat impor gula turun,” sebut Dwi.
Pemerintah sendiri telah menetapkan target swasembada gula total pada 2030 melalui Perpres 40/2023 tentang Percepatan Swasembada Gula dan Penyediaan Bioethanol. AGI menilai target ini cukup ambisius dan membutuhkan dukungan kebijakan yang berpihak kepada petani serta industri gula dalam negeri.
Maka, fokus AGI hingga 2030 adalah menyukseskan swasembada total, yang mana seluruh kebutuhan konsumsi maupun industri dipenuhi produksi domestik. Untuk itu, AGI mewanti agar peningkatan produktivitas tebu, efisiensi pabrik, hingga pengembangan industri hilir berbasis bioenergi digarap dengan serius.
Selain itu, AGI juga menekankan pentingnya kebijakan penjaminan harga gula konsumsi untuk menjaga keseimbangan pasar. “Pemerintah juga perlu memperhitungkan dampak cukai MBDK dan pungutan lain agar ekosistem gula tetap sehat,” tambahnya.
Untuk diketahui, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada 2024 impor gula yang dilakukan Indonesia mencapai 5,31 juta ton. Sementara itu, produksi perkebunan besar tahunan gula tebu pada periode yang sama hanya 858,49 ton.
Baca Juga: FKBI Dorong Pemerintah Kenakan Cukai pada Produk Minuman Manis Kekinian
Selanjutnya: Pertumbuhan Pembiayaan Alat Berat Diproyeksi Tak Capai Dua Digit Tahun Ini
Menarik Dibaca: Daftar 7 Film Biografi Tokoh Dunia Ternama dan Berpengaruh, Sudah Nonton Semua?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News