Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Waste to Energy (WtE) dinilai akan memakan waktu 1,5 hingga 2 tahun.
Pengamat energi dari Energy Shift Institute, Putra Adhiguna mengatakan, panjang waktu tersebut cukup wajar. Dengan mempertimbangkan perizinan, hingga unsur teknis.
"Dari perencanaan hingga eksekusi akan sangat bervariasi tergantung perizinan, kejelasan kontrak, teknis dan sebagainya. Waktu 1,5-2 tahun cukup wajar," ungkap Putra kepada Kontan, Selasa (04/11/2025).
Asal tahu saja, sebelumnya dalam catatan Kontan, Danantara memastikan Proyek Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan (Waste to Energy/WtE) bakal mulai beroperasi di akhir tahun 2025.
Baca Juga: Percepat Transformasi Ijazah Digital, Peruri Gandeng Telkom University
Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Patria Sjahrir mengatakan proyek awal bakal diluncurkan di 7 kota/kabupaten di Indonesia, sebagaimana yang disampaikan oleh pemerintah beberapa waktu lalu.
"Alhamdulillah bagus sekali dari antusiasme private sector, ada lebih dari 200 perusahaan yang interest pada proyek waste to energy ini," ungkapnya di Wisma Danantara beberapa waktu lalu.
Kembali ke Putra, dari sisi pengamat, waktu pembangunan PLTSa menurut dia bukan kendala besar, karena keuntungan proyek ini akan bergantung pada kelayakan ekonomi yang disepakati di awal.
"Profitability sangat bergantung pada kelayakan ekonomi di awal dan kepastian jaminan pembayaran dari pemerintah dan institusi terkait," ungkap dia.
Adapun sebagai penyedia lahan dan feedstock atau sumber bahan baku utama PLTSa, Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Sarman Simanjorang mengakui bahwa tidak semua Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki fiskal yang kuat untuk menopang PLTSa sendirian.
"Hampir 90% daerah masih mengandalkan dana transfer dari pusat. Dan kesiapan daerah untuk menyisihkan APBD untuk mendukung proyek waste-to-energy (WTE) akan dikembalikan ke kondisi fiskal masing-masing," jelas dia.
Kedepan, Sarman merasa perlu adanya pemakluman jika Pemda tidak memiliki sumber dana fiskal. Mengikuti adanya ketentuan terbentuknya konsorsium dari perusahaan-perusahaan yang tertarik ikut dalam proyek PLTSa ini.
"Jika memang dibutuhkan dukungan dari Pemda dan kondisi fiskal memungkinkan tentu Pemda akan menganggarkan. Namun jika fiskalnya tidak memungkinkan tentu harus dimaklumi oleh konsorsium pelaksana proyek tersebut," jelasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan Pasal 3 Perpres 109/2025 tentang pengolahan sampah jadi energi ini menjelaskan, pengolahan sampah menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (PSE) dapat dilakukan melalui Pengolah Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menjadi Energi Listrik (PSEL), PSE Bioenergi, PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan dan PSE produk ikutan lainnya.
Penyelenggaraan PSEL sendiri harus memenuhi kriteria, pertama ketersediaan volume sampah yang disalurkan oleh pemerintah daerah (Pemda) ke PSEL paling sedikit 1.000 ton per hari selama beroperasi.
Kedua, ketersediaan APBD yang dialokasikan dan direalisasikan oleh Pemda untuk pengolahan sampah meliputi pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumbernya ke lokasi PSEL.
Ketiga, ketersediaan lahan untuk pengolahan sampah dan pembangunan PSEL, dan keempat komitmen penyusunan peraturan daerah tentang retribusi pelayanan kebersihan.
Baca Juga: KIJA Catat Marketing Sales Rp 2,92 Triliun per September 2025, Capai 83% dari Target
Selanjutnya: Targetkan Pangsa Pasar Bank Syariah Naik 20%, Asbisindo Siapkan Strategi Ini!
Menarik Dibaca: Pasar Aset Kripto Makin Keok, Masih Tepat Beli Bitcoin?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













