Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rencana pemerintah merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) dinilai tak menjawab persoalan mendasar.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Ketahanan Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia (PUSKEP UI) Ali Ahmudi Achyak menilai aturan baru ini nanti justru berisiko gagal karena sejumlah ketentuan yang tidak transparan.
Menurutnya, ada setidaknya dua masalah utama dalam draft revisi perpres yang akan ditandatangani Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Pertama, kemunculan tiga struktur baru, yakni Danantara sebagai pemilik modal/investor, badan usaha operator PSEL, dan badan usaha pengembang PSEL. Namun, draft perpres tidak menjelaskan kriteria badan usaha pengelola PSEL tersebut, apakah merupakan entitas Danantara sendiri atau perusahaan lokal yang didirikan bersama mitra investornya.
Pun, kriteria badan usaha pengembang PSEL yang akan dipilih oleh pengelola PSEL menjadi pertanyaan. “Apakah perusahaan asing yang memiliki teknologi bisa langsung menjadi pengembang ataukah harus bermitra dengan perusahaan lokal? Draft perpresnya tidak terang benderang,” sebut Ali dalam keterangannya, Jumat (3/10/2025).
Baca Juga: Pemerintah Bidik 33 Kota untuk Olah Sampah Jadi Energi Listrik
Masalah kedua, tingginya harga beli listrik oleh PLN atau Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) sebesar US$ 20 sen per kWh, yang meningkat dari nominal US$ 12 sen per kWh pada perpres sebelumnya.
Meskipun dari sisi badan usaha pengelola PSEL harga tersebut akan menambah daya tarik investasi PSEL, kenaikan sebesar 66,7% itu otomatis bakal meningkatkan dana yang harus dikeluarkan PLN.
“Di perpres sebelumnya dengan harga US$ 12 sen per kWh saja program ini tidak jalan karena dinilai terlalu mahal. Sekarang naik jadi US$ 20 sen, apakah efektif? Dalam jangka panjang ini tidak berkelanjutan dan berpotensi mengganggu keuangan PLN,” kata Ali.
Dalam draft revisi perpres yang diperolehnya, Ali menyebutkan, pasal 14 menjelaskan bahwa harga beli listrik mencakup biaya pembangunan PSEL, fasilitas pengelolaan sampah, jaringan listrik, hingga subsidi pembelian listrik. Namun, menurut Ali, struktur harga tersebut masih perlu dikaji karena belum transparan, terutama soal komponen subsidi.
Adapun revisi perpres ini akan memperluas proyek PSEL dari 12 menjadi 33 kabupaten/kota, dengan syarat pemerintah daerah menyediakan lahan dan pasokan sampah minimal 1.000 ton per hari.
Pemerintah menyebut revisi aturan ini bertujuan menyederhanakan proses pengelolaan sampah menjadi listrik, mulai dari perizinan, pengelolaan, hingga mekanisme pembayaran dan akan disahkan pada akhir September 2025. Namun, hingga awal Oktober 2025 ini, perpres tersebut belum juga disahkan.
Baca Juga: PLN Jadi Pembeli Tunggal Listrik Pembangkit Sampah dari Program WTE Danantara
Selanjutnya: Bank Mandiri Genjot Penyaluran KPR, Begini Strateginya
Menarik Dibaca: iPhone 16 Pro Max Menyematkan Apple MGIE AI, Edit Foto jadi Lebih Menyenangkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News