Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah masalah kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta diatasi dengan pasokan base fuel dari PT Pertamina (Persero), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai membuka evaluasi terkait besaran impor BBM tahun 2026.
Skema Impor Ikuti Market Share
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menyampaikan, skema impor BBM tahun depan akan disusun lebih terarah dengan menyesuaikan market share badan usaha (BU) hilir migas swasta yang mengoperasikan SPBU.
Baca Juga: Faktor Kepercayaan Masyarakat dalam Kisruh Kelangkaan BBM di SPBU Swasta
"Skemanya tahun depan kita akan menyusun dengan baik. Yang jelas pemerintah akan mengikuti betul market share dari swasta, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak," ujar Bahlil, dikutip Minggu (21/9).
Namun Bahlil belum merinci berapa tambahan volume impor yang akan diberikan kepada SPBU swasta.
Tahun ini, pemerintah sudah memberikan tambahan kuota sebesar 10% dibanding 2024, namun hingga akhir tahun tidak ada lagi tambahan alokasi.
Sebagai gantinya, kebutuhan tambahan BBM di SPBU swasta hingga akhir 2025 akan dipasok dari Pertamina, yang masih memiliki sisa kuota impor sekitar 34% atau 7,52 juta kiloliter.
Menurut perhitungan Kementerian ESDM, SPBU swasta membutuhkan tambahan 571.748 kiloliter hingga akhir tahun.
Baca Juga: Pasok BBM untuk SPBU Swasta, Pertamina Patra Niaga Beberkan Sejumlah Penawaran
Potensi Kuota Lebih Besar
Praktisi migas Hadi Ismoyo menilai, peluang peningkatan kuota impor untuk SPBU swasta di tahun depan cukup besar.
"Dengan animo masyarakat yang besar terhadap SPBU swasta, untuk Work Program & Budget (WPnB) 2026 boleh jadi bisa double kuota dibandingkan 2025," kata Hadi.
Ia menekankan, tingginya minat konsumen pada SPBU swasta menjadi sinyal kuat perlunya peningkatan pelayanan dan kualitas Pertamina agar tidak ditinggalkan.
"Pertamina perlu melakukan pembenahan internal, khususnya mutu, spesifikasi hingga kualitas BBM, serta pelayanan yang lebih baik. Monitoring dan surveillance harus dilakukan secara berkala agar konsistensi mutu dan layanan tetap terjaga," ujarnya.
Baca Juga: Soal Potensi PHK di SPBU Swasta, Bahlil: Mereka Punya Hati yang Baik
Dorongan Inovasi & Hak Konsumen
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas (Aspermigas), Moshe Rizal, menegaskan keberadaan SPBU swasta penting untuk menjaga kompetisi sehat.
"Kalau tidak ada SPBU swasta, bagaimana mendorong inovasi dan perbaikan layanan? Kompetisi itu perlu supaya ada dorongan perbaikan," tegas Moshe.
Dari sisi konsumen, Sekretaris Jenderal Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo, mengingatkan agar kelangkaan BBM di SPBU swasta tidak terulang.
Menurutnya, pemerintah punya dua pekerjaan rumah (PR) besar: memperbaiki citra Pertamina sebagai pemegang pangsa pasar BBM terbesar, dan merumuskan kebutuhan kuota impor SPBU swasta secara tepat.
"Tahun ini harus jadi pelajaran penting. Pertama soal kualitas BBM Pertamina, kedua soal kekosongan di SPBU swasta. Pemerintah perlu membenahi tata kelola BBM dari hulu ke hilir agar hak konsumen tidak dikorbankan," tegas Rio.
Selanjutnya: Bisnis Infrastruktur Lesu, PT Mas Automobil Sejahtera Cetak Pertumbuhan Penjualan
Menarik Dibaca: 5 Tanaman Pembawa Sial yang Harus Disingkirkan dari Rumah, Ada Mawar!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News