kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,77   -22,96   -2.48%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar prospek konsolidasi para pengembang properti


Senin, 22 November 2021 / 19:02 WIB
Menakar prospek konsolidasi para pengembang properti
ILUSTRASI. PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Foto: citralandbanjarmasin.com


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsolidasi bisnis lewat akuisisi kepemilikan saham maupun kolaborasi pengembangan usaha, masih marak terjadi di berbagai sektor industri. Tak terkecuali di bisnis properti. 

Terbaru, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) melalui anak usahanya, yakni PT Ciputra Nusantara resmi mengakuisisi 15% saham PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) pada 9 November 2021. Ciputra Nusantara membeli 1.148.268.950 saham dengan harga Rp 320 per saham sehingga total transaksinya mencapai Rp 367,44 miliar.

Direktur CTRA Harun Hajadi mengungkapkan bahwa dengan harga saham akuisisi tersebut, MTLA tergolong undervalue di tengah kualitas aset, cadangan lahan (landbank), kinerja proyek serta kualitas manajemen yang dimilikinya. Meski saat ini sudah mengempit 15% kepemilikan saham, namun Harun belum membeberkan secara rinci potensi kolaborasi CTRA dengan MTLA.

"Kami melihat MTLA sebagai investasi CTRA. Biarlah MTLA tetap menjalankan operasional sesuai dengan keunikannya," ungkap Harun kepada Kontan.co.id, Senin (22/11).

Di sektor properti, Harun melihat bahwa penguatan bisnis lewat akuisisi kepemilikan saham tidak menjadi tren. Sebab, konsolidasi bisnis melalui cara ini tidaklah mudah. Tak sekadar nilai saham, tapi juga mesti ada kesamaan visi owner hingga tujuan korporasi ke depan.

Baca Juga: Kinerja moncer, Suryamas Dutamakmur (SMDM) revisi target laba tahun ini

"Misalnya kita kerjasama saja, harus jelas pembagian tugasnya gimana. Kalau masing-masing punya core expertise yang sama, pasti nggak ada yang mau disuruh nganggur," ujar Harun.

Dihubungi terpisah, Direktur PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) Olivia Surodjo menyampaikan, untuk saat ini belum ada pembicaraan terkait kolaborasi lebih lanjut bersama CTRA dalam hal pengembangan atau pengelolaan proyek properti. "Namun kami tentunya membuka diri untuk berkolaborasi ke depannya," kata Olivia.

Saat ini pun MTLA sudah melakukan sejumlah kolaborasi bersama mitra dalam bentuk Joint Operation (JO) maupun Joint Venture (JV). Misalnya dengan Keppel Land untuk proyek The Riviera at Metland Puri dan Wisteria at Metland Menteng dalam bentuk JO.

Selanjutnya untuk proyek Metland Cyber City yang berkonsep mix used residensial, komersial maupun high rise akan melakukan kerjasama JV dengan Karyadeka Pancamurni melalui PT. Metropolitan Karyadeka Development. "Metland sudah banyak berkolaborasi dengan beberapa partner dalam bentuk JO maupun JV. Ke depannya kami selalu terbuka untuk bekerja sama dengan pola ini," sambung Olivia.

Sementara itu, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) Minarto Basuki menerangkan setidaknya ada tiga model pengembangan bisnis di sektor properti. Pertama, dengan model Kerja Sama Operasi (KSO) antara pengembang dengan pemilik lahan.

Kedua, pengembang yang memiliki landbank sangat besar yang bekerjasama dengan mitra strategis. Model ini juga memungkinkan pengembang menjual lahan kepada perusahaan lain untuk dikembangkan. Ketiga, model pengembangan dengan landbank milik sendiri, seperti yang dijalankan oleh Pakuwon Jati.

Adapun akuisisi dan konsolidasi diharapkan oleh perusahaan bisa memberi nilai tambah kepada para pemegang saham dan stakeholders. Menurut Minarto, secara umum, hal ini akan membawa sentimen positif bagi industri properti.

Minarto bilang, PWON memang belum memiliki kolaborasi dengan pengembang lain dalam proyek properti. Namun ke depan, PWON membuka berbagai opsi dalam melancarkan ekspansi. "PWON terbuka dengan opsi-opsi untuk ekspansi usaha secara organik maupun non-organik," ujarnya.

Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) Theresia Rustandi mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki sejumlah proyek pengembangan properti dengan mitra strategis, baik itu investor, pemiliki lahan, maupun developer lain.

Misalnya saja, proyek kawasan hunian DUO di Tangerang yang dikembangkan bersama PT Quanta Land Indonesia, serta kawasan mixed-use terpadu Amesta Living di Surabaya yang bekerjasama dengan pengembang PT Abdael Nusa.

Baca Juga: Penjualan moncer, Panca Anugrah Wisesa (MGLV) revisi target pendapatan

Selain melakukan kolaborasi, DILD juga membuka opsi untuk melakukan akuisisi sebagai bagian dari strategi utama pertumbuhan Intiland. "Jadi kami akan terus mengeksplorasi peluang-peluang kerjasama atau akuisisi. Pada prinsipnya kami membuka ruang menjalin kerjasama strategis untuk pengembangan proyek-proyek properti jangka pendek maupun jangka panjang," kata Theresia.

Direktur & Corporate Secretary PT Suryamas Dutamakmur Tbk (SMDM) Ferry Suhardjo juga berpandangan bahwa ke depan, kolaborasi antar pengembang untuk membangun properti di suatu kawasan bisa menjadi tren. "Karena developer tanpa kolaborasi akan semakin sulit mengembangkan suatu kawasan atau kompleks yang lengkap dan besar, karena keterbatasan lahan terutama di Jabodetabek," pungkas Ferry.

Dalam hal ini, Senior Research Advisor Knight Frank Syarifah Syaukat menilai bahwa perusahaan yang memiliki keunggulan spesifik di dalam subsektor properti tertentu akan melihat peluang diversifikasi bisnis ke segmen yang masih prospektif, terutama di tengah pandemi.

Patut dicatat bahwa beberapa subsektor properti saat ini masih dihadapkan pada tantangan berat, seperti perkantoran dan ritel yang belum pulih sepenuhnya. "Poinnya adalah, dengan kolaborasi, para pengembang besar akan menjadikan ritme produktivitas lebih padu untuk mengakselerasi bisnisnya," kata Syarifah saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (22/11).

Adapun untuk ekspansi landbank, akan dilakukan pengembang untuk memastikan keberlanjutan usahanya. Apalagi lahan merupakan media usaha dengan sumberdaya yang langka, terutama di wilayah perkotaan. Di sisi lain, kerjasama pengembang pada umumnya dilakukan untuk role share dengan pemangku kepentingan lain termasuk pemilik lahan hingga perbankan.

"Sinergi dan kesepadanan dalam kerjasama sedianya telah terjalin diantara pengembang lokal, hal ini menyebabkan nilai tambah dari masing-masing pengembang memberi arti terhadap kesuksesan proyeknya," tutup Syarifah.

Selanjutnya: Masih loyo, pendapatan Bukit Uluwatu (BUVA) melorot hingga kuartal III

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×