Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 masih mencatatkan surplus. Namun, surplus ini ternyata mengalami penyusutan, bahkan terendah selama 60 bulan terakhir.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa di Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini mengungkapkan, kinerja surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 hanya US$ 0,16 miliar atau US$ 160 juta.
Nilai ini menurun tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 4,33 miliar.
Bahkan, surplus neraca perdagangan pada April 2025 ini merupakan yang terendah sejak Mei 2020 yang mana kala itu surplusnya mencapai US$ 2,09 miliar.
Mengenai hal ini, Menteri Perdagangan Budi Santoso membeberkan penyebab surplus neraca perdagangan nasional yang mengalami penyusutan siginifikan ini.
Baca Juga: BI: Surplus Neraca Dagang April 2025 Positif untuk Topang Ketahanan Perekonomian
Budi menyebut, penyebabnya ialah karena ekspor yang mengalami penurunan sebab periode libur lebaran dan juga terdampak kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Jadi kami cek juga di beberapa negara seperti di Malaysia, Filipina, Vietnam. Kami analisa yang pertama, kemarin kan awal April itu masih libur lebaran, jadi masih banyak tanggal ibur sehingga eksportir berkurang," ujar Budi di Kantor Kementerian Perdagangan, Rabu (4/6).
Ada pula Budi membeberkan bahwa polemik ini menjadi salah satu bahasan di pertemuan KTT ASEAN beberapa waktu lalu.
Ia menyebut bahwa volume ekspor yang mengalami penurunan ini ternyata juga dialami oleh beberapa negara ASEAN.
"Waktu KTT ASEAN ya kami juga ngobrol terdengar pengaruhnya bagi masing-masing sangat besar bahkan banyak eksportir yang masih menunggu. Jadi tidak hanya sekedar ekspor ke Amerika, tetapi ekspor ke negara lain pun juga saling menunggu," tambah dia.
Baca Juga: Surplus Menyusut, Neraca Perdagangan Indonesia Berpotensi Berbalik Defisit
Lebih lanjut, Budi juga menjelaskan perihal melonjaknya importasi yang terindikasi dari China.
Ia menyatakan bahwa belum ada indikasi yang menjelaskan adanya peralihan pasar dari China ke Indonesia akibat kebijakan tarif resiprokal ini.
Sebab, China masih menjadi salah satu mitra dagang terbesar Indonesia dengan nilai ekspor Indonesia yang tinggi.
"Jadi memang perdagangan kita dengan China itu kan cukup besar ya. Ekspor kita terbesar juga ke China. Ya misalnya tahun lalu, tahun lalu itu ekspor kita US$ 60 miliar tapi impor kita US$ 70 miliar. Memang terjadi defisit, tapi sebelumnya kita sempat surplus US$ 2 miliar. Ya memang naik turun. Tapi kalau indikasi itu belum ada ya. Karena begini indikasi yang tadi peralihan itu belum ada sih indikasi seperti itu," pungkasnya.
Baca Juga: Surplus Neraca Dagang April 2025 Menyusut, Potensi Defisit Transaksi Berjalan Terbuka
Selanjutnya: Soal Iklim Investasi Jalan Tol, Dirut Jasa Marga Bilang Begini
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Skincare Probiotik untuk Kulit, Lebih dari Sekadar Tren!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News