Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses menuju industri 4.0 terus berjalan. Revolusi ke era industri baru ini sudah mulai tampak di depan mata, tampaknya hal ini menjadi peluang bagi industri khususnya yang bergerak di sektor pabrikasi manufaktur, software dan Informasi & Teknologi (IT), digital dan support system lainnya untuk berlomba-lomba menawarkan produk mereka ke pabrikan.
Ali Soebroto, Ketua Umum Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (Aipti) menilai sudah saatnya jumlah industri dan pabrikan di Indonesia bertambah. "Industri nasional harus banyak agar mampu menyerap mesin atau teknologi baru tersebut," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (1/12).
Hal ini penting agar industri yang bergerak di support system tersebut tidak kesulitan lagi mencari pasar di dalam negeri. Lebih lanjut Ali menerangkan bahwa di luar negeri beberapa perusahaan raksasa, contohnya Sony, sudah memulai membuat unit khusus yang menyediakan pabrikasi mesin pabrikan dengan teknologi tinggi.
Meski demikian, peran manusia tetap tak dapat dielakkan. Menurut Ali, perseroan yang bakal menggunakan support system 4.0 juga harus membekali teknisinya untuk handal melakukan maintenece dan modifikasi teknologi tersebut sesuai kebutuhan pabrikannya.
Ada beberapa elemen yang menjadi catatan Ali terkait supporting system 4.0 ini, antara lain ketersediaan teknologi sensor, smart robot, Internet of Thing (IoT) dan Artificial Inteligence (AI). "Kalau IoT saya pikir tidak masalah, desainnya pun biasanya tergantung kebutuhan pabriknya," ujarnya.
Adapun pasar pengguna supporting system 4.0 ini masih berpeluang tumbuh di Indonesia. Dimana kata Ali, seiring digitalisasi di ranah industri, belum semua pabrikan benar-benar 100% dalam menerapkan standar industri 4.0 ini.
Salah satu pendukung industri 4.0 ini ialah ketersediaaan produk kelistrikan yang memadai, salah satunya kabel baik untuk sambungan listrik maupun sinyal internet. Noval Jamalullail, Ketua Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia (Apkabel) mengatakan bahwa produsen kabel sudah siap untuk menyuplai kebutuhan industri tersebut.
"Pada dasarnya tidak masalah untuk industri kabel," katanya kepada Kontan.co.id, Sabtu (1/12). Untuk kabel serat optik saja, kapasitas dalam negeri telah mencapai 9 juta kilometer per tahun hal ini diharapkan dapat mewujudkan koneksi sambungan internet di Indonesia.
Adapun untuk industri kabel, kata Noval, juga sudah masuk dalam tahap digitalisasi lini produksi. "Semua rata-rata sudah pakai instrumen komputer, selain ada yang masih mekanikal," terangnya.
Teguh Prasetya, Founder IoT Forum memprediksi, pada tahun 2025 nanti, sekitar 70% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan disokong oleh industry berbasis IoT. Adapun market IoT Indonesia tahun 2022 diperkirakan Rp 444 triliun, dan pada 2025 nanti menjadi Rp 1.620 triliun.
"Sampai saat ini ada 250 perusahaan berekosistem IoT di Indonesia yang tumbuh dan berinvestasi disana. Kita tertinggal di 2G sampai 4G, jangan sampai tertinggal di IoT karena pasarnya masih luas,” kata Teguh.
IoT merujuk pada jaringan perangkat fisik, kendaraan, peralatan rumah tangga, dan barang-barang lain yang ditanami perangkat elektronik, perangkat lunak, sensor, aktuator, dan konektivitas yang memungkinkan terhubung dengan jaringan internet maupun mengumpulkan dan bertukar data.
Saat ini, Indonesia diketahui telah terdaftar sebagai salah satu dari 10 industri manufaktur dunia oleh Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO). Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) mengatakan optimis bahwa semua teknologi rekayasa pendukung industri 4.0 telah dikembangkan di Indonesia.
Perusahaan manufaktur dan kelistrikan Indonesia, kata Karnadi Kuistono, Ketua APPI sudah mengikuti standar internasional dan SNI, di mana produksi diadaptasi berdasarkan pesanan atau sudah tersedia.
"Sehingga proyek industri dan infrastruktur memanfaatkan rancang bangun dan rekayasa telah mampu dilayani oleh industri nasional, Ini jelas akan berpengaruh signifikan pada perputaran ekonomi nasional,” sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News