kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengapa mal di Indonesia dikuasai fesyen asing?


Minggu, 09 November 2014 / 15:00 WIB
Mengapa mal di Indonesia dikuasai fesyen asing?
ILUSTRASI. Manfaat buah nangka untuk kesehatan tubuh.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Setiap memasuki pusat-pusat perbelanjaan atau mal, hampir dipastikan Anda akan melihat deretan gerai-gerai ritel fesyen kenamaan yang berasal dari luar negeri sepanjang mata memandang. Bila demikian, bagaimana dengan gerai ritel fesyen asli Indonesia? Sebab, seperti kita ketahui, jumlahnya tak semarak merek ritel internasional. 

Kondisi yang sering terlihat semacam ini terkadang memunculkan anggapan adanya diskriminasi yang dilakukan pihak mal terhadap produk-produk lokal. Benarkah demikian?

"Produk-produk lokal juga menempati lokasi strategis di mal. Misalnya Johnny Andrean dengan J.Co-nya. Dia membangun brand sendiri dan sekarang bisa menempati lokasi strategis. Iwan Tirta juga sudah masuk ke Plaza Indonesia. Batik Keris, Seba (Sebastian Gunawan) dan Biyan juga," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, di Kantor Kementerian Perdagangan RI. 

Menurut Alphons, hal yang terkadang menjadi masalah sulitnya produk fesyen ritel lokal merambah mal adalah segmentasi yang mal itu sendiri. Tidak semua brand, ujarnya, dapat membuka gerai di lokasi strategis mal lantaran segmentasi pengunjung yang tidak sesuai.

Selain itu, ada beberapa kriteria yang minimal harus bisa dipenuhi oleh tenant. Pertama, penampilan toko harus menarik. Sebab, pengunjung mal tidak hanya datang untuk berbelanja, namun ingin mendapatkan pengalaman dari sebuah toko atau gerai. 

Jika sebuah produk ritel fesyen lokal ingin menempati lokasi strategis, maka sajikan penampilan dan dekorasi toko dengan menarik. "Brand-brand yang masih menempati lantai dasar memang masih yang dari luar negeri. Tapi mereka seminggu sekali ganti display, penataan toko, pencahayaan. Hal ini belum bisa dikuasai beberapa retailer, terutama fesyen designer," jelas Alphons. 

Menurut dia, banyak perancang busana yang masih belum fokus apakah ia akan menyasar private label atau ritel. Sehingga, hal ini menjadi hambatan bagi mereka untuk dapat menempati lokasi strategis di berbagai mal. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×