Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Setidaknya, ada tiga hal yang akan disepakati berikutnya dalam proses divestasi ini. Pertama, sales dan purchase agreement (SPA) dengan Rio Tinto mengenai pembelian 40% participating interest (PI). Kedua, menindaklanjuti SPA dengan Indocopper Investama terkait 9,36% saham. Ketiga, perubahan skema PI 40% menjadi saham di Freeport Indonesia.
“Jadi yang harus diselesaikan lagi itu SPA, Exchange Agreement dan Shareholder Agreement. Optimis dong, Sebelum akhir tahun. Jadi bisa September, Oktober, November dan Desember ya,” kata Rendi.
Soal adanya kabar adanya permintaan perjanjian bilateral, Rendi buru-buru membantah kabar tersebut. Menurutnya, soal masalah pajak dan royalti, sudah selesai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2018 tentang Perlakukan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang Usaha Pertambangan.
“Tidak benar ada perjanjian bilateral. Masalah pajak dan royalti sudah selesai dengan terbitnya PP 37/2018,” ungkap Rendi.
Hal senada juga disampaikan Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno. Fajar menyebut, tidak ada soal perjanjian bilateral, karena muaranya ada di IUPK dan Peraturan Pemerintah.
“Tidak ada. Semua di IUPK, ada PP juga. Jadi Inalum menyelesaikan Agreement-nya, nggak ada perjanjian bilateral,” ujarnya.
Kembali pada soal perpanjangan IUPK sementara, menurut Bambang Susigit pengajuannya memang bisa berlangsung singkat. Karenanya, meski akhir IUPK sementara kurang dari sepekan, namun hingga sekarang belum ada pengajuan “Kemarin juga di akhir. Belum ada pengajuan lagi. Biasanya pengajuan itu cuman satu hari kita proses,” tandas Bambang.
Namun, hingga berita ini diturunkan, Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama masih belum bisa dikonfirmasi mengenai pengajuan perpanjangan IUPK sementara ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News