kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.105.000   12.000   0,57%
  • USD/IDR 16.445   10,00   0,06%
  • IDX 7.958   20,58   0,26%
  • KOMPAS100 1.114   3,04   0,27%
  • LQ45 807   -1,86   -0,23%
  • ISSI 274   1,94   0,72%
  • IDX30 419   -0,43   -0,10%
  • IDXHIDIV20 486   -0,13   -0,03%
  • IDX80 122   -0,29   -0,24%
  • IDXV30 132   -0,91   -0,68%
  • IDXQ30 136   0,08   0,06%

Mengukur Untung - Rugi Rencana Merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia


Selasa, 16 September 2025 / 17:05 WIB
Diperbarui Selasa, 16 September 2025 / 17:05 WIB
Mengukur Untung - Rugi Rencana Merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia
ILUSTRASI. Pekerja bersiap melakukan proses pengisian Bioavtur Sustainable Aviation Fuel (SAF) ke pesawat Pelita Air saat acara Special Flight Pertamina Sustainable Aviation Fuel di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (20/8/2028). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/bar. BPI Danantara mengungkapkan rencana merger antara PT Pelita Air Service dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana konsolidasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang penerbangan kembali mengemuka. Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara mengungkapkan rencana merger antara PT Pelita Air Service dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).

Mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Chief Executive Officer BPI Danantara Rosan Roeslani mengatakan bahwa pihaknya masih terus mengkaji rencana merger antara Pelita Air dengan Garuda Indonesia. Danantara masih mempertimbangkan banyak hal agar merger berjalan lebih efisien. 

Rosan berharap melalui rencana ini, kinerja Garuda bisa lebih produktif, serta memaksimalkan aset yang ada. Termasuk dari sisi jam terbang dan pemanfaatan pesawat. "Semuanya masih dikaji. Ini lagi dievaluasi," ungkap Rosan di Istana Merdeka, Selasa (16/9).

Baca Juga: Danantara : Kajian Merger Pelita Air dengan Garuda Masih Berlangsung

Merujuk laporan bulanan registrasi pemegang efek per 31 Agustus 2025, mayoritas saham Garuda Indonesia dikuasai oleh PT Danantara Asset dengan porsi kepemilikan 64,53%. Sementara itu, PT Pelita Air Service merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Dalam Laporan Tahunan 2024, Pertamina memiliki 99,997% saham Pelita Air.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengungkapkan bahwa wacana merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia merupakan bagian dari konsolidasi BUMN, yang sejalan dengan roadmap Danantara. Dengan rencana ini, Pertamina akan lebih fokus kepada bisnis inti di bidang minyak dan gas (migas) serta energi terbarukan.

Hanya saja, Fadjar belum membeberkan lebih rinci mengenai rencana aksi korporasi tersebut. "Saat ini, inisiatif tersebut masih dalam proses kajian oleh pemangku kepentingan. Masih penjajakan, belum ada detail (terkait target dan jadwal merger)," ujar Fadjar saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (16/9).

Dihubungi terpisah, Pengamat BUMN Toto Pranoto menilai rencana merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia bisa membawa dampak positif sebagai bagian dari strategi konsolidasi atau perampingan (streamlining) BUMN. Apalagi, Garuda Group sedang membutuhkan penguatan armada, termasuk untuk entitas usaha Citilink.

"Jadi ini akan memperkuat layanan yang bisa di-offer Garuda ke konsumen. Dengan semakin banyak armada juga skala ekonomi pengoperasian airlines  bisa tercapai. Artinya peluang efisiensi makin terbuka," kata Toto.

Dia mencontohkan merger Pelita Air dan Garuda Indonesia bisa membawa sharing cost terkait aktivitas pemeliharaan pesawat, sehingga bisa menurunkan cost per unit. Terlebih, Pelita Air tidak memiliki isu operasional, sehingga bisa lebih memperkuat Garuda Group dari sisi penerbangan regular maupun charter.

Dengan aksi korporasi ini, Pertamina juga bisa lebih fokus untuk mengelola bisnis migas. Hanya saja, Toto menekankan pentingnya pemilihan mekanisme merger & akusisi, agar aksi korporasi ini tidak mengganggu upaya penyehatan keuangan dan bisnis Garuda Indonesia.

"Tinggal bagaimana mekanisme penggabungan ini akan dilakukan. Bila mekanisme biasa dengan akuisisi oleh GIAA mungkin secara finansial akan sulit. Tapi apabila mekanisme inbreng dilakukan Danantara dengan menempatkan Pelita Air di bawah kelolaan GIAA, hal ini  bisa dilakukan lebih simple," terang Toto.

Baca Juga: Bos Garuda Indonesia Buka Suara Soal Rencana Merger dengan Pelita Air

Catatan dari Pengamat Penerbangan

Meski begitu, wacana merger Pelita Air dan Garuda Indonesia ini tak lepas dari sejumlah catatan. Pengamat Penerbangan, Gerry Soejatman menyoroti bahwa Garuda Indonesia harus fokus pada penyehatan keuangan dan rencana bisnisnya untuk keluar dari krisis.

Sementara itu, Gerry menilai Pelita Air bisa tetap menjadi maskapai dengan pertumbuhan konservatif yang mengutamakan kualitas layanan, bukan prestige nasional. "Pelita berfungsi sebagai cadangan strategis jika Garuda gagal pulih. Jika merger terjadi dan Garuda tidak kunjung membaik, apa jadinya?" kata Gerry kepada Kontan.co.id, Selasa (16/9).

Jika Pertamina akan melepas Pelita Air, Gerry menyarankan agar dilakukan melalui divestasi mayoritas saham ke pihak swasta, yang diharapkan bisa meningkatkan efisiensi dan inovasi. Opsi lainnya, Gerry menyarankan agar Pelita Air ditempatkan di bawah Danantara agar setara dengan Garuda Indonesia.

Dengan begitu, kedua maskapai bisa tetap independen, menjaga kompetisi, dan beroperasi tanpa beban masalah satu sama lain. "Garuda harus bisa bangkit dengan kemampuannya sendiri, bukan melalui intervensi pemerintah yang mengurangi kompetisi pasar. Merger bukan solusi, melainkan cara instan yang berisiko memperburuk masalah," tegas Gerry.

Pengamat Penerbangan, Alvin Lie turut memberikan catatan kritis terhadap wacana merger Pelita Air dan Garuda Indonesia. Alvin justru mendorong tetap ada tiga maskapai BUMN yang berdiri dengan brand, karakter dan segmen pasar masing-masing.

Garuda Indonesia dengan menggarap layanan penuh, Citilink sebagai maskapai berbiaya hemat, serta Pelita Air yang tengah tumbuh dengan pendekatan bernilai. Jika digabungkan menjadi satu entitas, Alvin mengingatkan ada risiko kehilangan fokus segmen dan peluang terjadinya tumpang tindih layanan yang justru berpotensi merugikan.

"Positioning tiga maskapai BUMN ini perlu diatur agar tidak saling memakan pangsa pasar satu sama lain. Sebaliknya, harus saling melengkapi. Begitu juga dengan pengaturan rute dan jadwal penerbangan," ungkap Alvin.

Dibandingkan dengan merger, Alvin menyarankan pendekatan strategi berbasis aliansi. Contohnya model aliansi global seperti OneWorld, SkyTeam, dan Star Alliance, yang mampu menawarkan sinergi layanan tanpa harus menghilangkan identitas setiap maskapai.  

Aliansi memberikan potensi pelayanan yang lebih baik, seperti koneksi penerbangan yang mulus (seamless connection), kemudahan connecting flight, hingga kolaborasi dalam pemasaran. Dalam struktur aliansi, tiga maskapai BUMN bisa menjadi kekuatan kolektif yang lebih tangguh dibanding hanya satu maskapai tunggal dalam menghadapi persaingan pasar.

"Dengan mempertahankan kekuatan masing-masing dan membentuk sinergi strategis, tiga maskapai ini dinilai dapat menjadi fondasi penting dalam menghubungkan Indonesia secara efisien, kompetitif dan berkelas secara nasional maupun di kancah internasional," tandas Alvin.

Baca Juga: Pertamina Lepas Bisnis Non Core, Pelita Air Bakal Bergabung dengan Garuda Indonesia

Selanjutnya: Kopdes Merah Putih Digerojok Kredit, Ekonom: Berbahaya Bila Tak Ada Panduan

Menarik Dibaca: Menurut Riset YouGov : Konsumen Belanja Online Tapi Paling Doyan Promo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×