Reporter: Tantyo Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pelaku industri masih menunggu kepastian rencana pemerintah yang akan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44/2016 tentang Daftar Bidang usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Aturan ini biasa disebut daftar negatif investasi (DNI).
Dalam Perpres No. 44/2016, penanaman modal asing (PMA) dibatasi maksimal 67% di sektor pariwisata. Kabarnya, pemerintah akan memperbesar porsi kepemilikan asing di sektor pariwisata dan perhotelan. Menurut Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani, porsi investor lokal dan asing bukanlah menjadi isu utama.
Tapi yang harus lebih diperhatikan adalah mau dibawa ke mana investasi di sektor tersebut. Apakah untuk penyediaan lapangan kerja atau hanya sebatas portofolio investor. "Maksudnya, hanya dilihat dari segi besaran investasi atau melihat bahwa investasi itu membawa keuntungan bagi Indonesia? Ini harus dilihat," kata Haryadi, kepada KONTAN, Senin (3/7).
Haryadi menilai bila porsi kepemilikan asing dan lokal sama besar, yakni 50:50 justru bisa menimbulkan anggapan dari pihak luar yang memandang kita terlalu nasionalis. "Nanti dikira tidak terbuka terhadap asing," ujarnya.
Meski demikian, penambahan porsi kepemilikan asing di industri pariwisata dan perhotelan tidak boleh menghabiskan atau menguasai pasar domestik. Semestinya dengan kenaikan nilai investasi, penyerapan jumlah tenaga kerja lebih banyak lagi, sehingga terjadi pemerataan pendapatan masyarakat.
Efek selanjutnya, ekonomi bisa bergerak lebih cepat lagi. "Kalau ekonomi bergerak, maka pendapatan pajak akan naik. Jadi jangan hanya buka DNI tapi tujuannya harus jelas dulu," kritik Haryadi.
Direktur Utama PT Red Planet Indonesia Ng Suwito mengamini bahwa rasio kepemilikan asing dan lokal bukan merupakan isu utama di industri perhotelan. "Biasanya investasi perusahaan asing tidak ke aset langsung, tapi lebih ke manajemen hotel," terang Suwito kepada KONTAN, Senin (3/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News