Reporter: Aprillia Ika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sebagai salah satu tanaman obat, mahkota dewa sudah terkenal dengan khasiatnya. Tak heran jika industri jamu meliriknya sebagai bahan dasar obat tradisional. Lantaran permintaan akan obat tradisional semakin meningkat, potensi ekonomi budidaya mahkota dewa juga patut dipertimbangkan.
Mahkota dewa merupakan tanaman sejenis perdu dengan banyak cabang. Tanaman ini dapat mencapai usia sampai 20 tahun dengan diameter sampai 20 centimeter (cm). Secara tradisional, tanaman ini sangat mudah dibudidayakan.
Karena, tanaman ini tidak memerlukan banyak konsumsi air, pupuk serta perawatan dari hama. sangat baik dibudidayakan di dataranmiring dengan ketinggian antara 500 sampai 750 di atas permukaan laut (dpl).
Lantaran produksi buahnya tidak kenal musim, tanaman ini sangat baik dibudidayakan sebagai usaha sampingan untuk menambah penghasilan. Daya tarik potensi ekonomi mahkota dewa telah memikat 150 petani di Bukit Menoreh, Samigaluh, Kulonprogo, Yogyakarta. Mereka rata-rata punya 200 pohon mahkota dewa di lahannya.
Salah satunya adalah Pudjiyono. Semenjak 10 tahun lalu pegawai negeri sipil ini telah bertani mahkota dewa. Setiap bulan, Pudjiyono menuai pendapatan tambahan sekitar Rp 1,2 juta dari hasil penjualan 200 kilo mahkota dewa keringnya. Sampai saat ini, Pudjiyono telah menanami 3/4 hektare tanahnya dengan 500 pohon mahkota dewa.
Menurut Pudjiyono, modal awal membudidayakan mahkota dewa adalah lahan dan bibit. Untuk menanam satu pohon, dibutuhkan satu lubang dengan diameter 60 cm X 60 cm X 60. Tanah galian lubang tersebut harus dijemur selama sebulan agar zat asamnya menghilang.
Setelah itu, tanah itu dicampur dengan pupuk kandang seberat 15 kilogram (kg). Lalu ditutupkan kembali di lubang tersebut bersama bibit.
Bibit yang baik untuk ditanam berusia 3 atau 4 bulan. Harganya di pasaran Rp 2.500 per batang. Selama seminggu dari penanaman awal, usahakan bibit tidak terkena sinar matahari langsung dengan memberi perindang seperti daun kelapa.
Untuk penyiraman awal, sebaiknya dilakukan dua hari sekali. Setelah 1,5 bulan, penyiraman jadi seminggu sekali. Atau dua minggu sekali saat kemarau.
Selama empat bulan pertama, sebaiknya rerumputan di sekitar pohon dicabuti dan diletakkan di sekitar tanaman sebagai pupuk. Namun pada bulan ketujuh atau bulan kedua belas, sebaiknya mahkota dewa diberi pupuk kandang lagi dengan porsi 5 kg sampai 7 kg per pohon.
"Tidak perlu perawatan khusus untuk pohon ini. Ulat jarang mau makan daunnya, jamur dan hama juga nyaris tidak ada," tukas Pudjiyono.
Setelah 1,5 tahun dari awal tanam, mahkota dewa sudah berbuah. Namun jumlah buahnya masih sedikit, hanya sekitar 25 sampai 50 buah saja. Setelah panen pertama keluar, sebaiknya mahkota dewa banyak-banyak dipupuk agar buah yang keluar juga besar-besar dan banyak. Dalam satu pohon, bisa dihasilkan antara 5 kg sampai 10 kg buah.
Daging buah yang paling besar dan berwarna merah cocok dijadikan bibit. Sehingga jika petani ingin menanam pohon baru tidak perlu membeli bibit
"Yang dimanfaatkan dari buah mahkota dewa ini hanya dagingnya saja," ujar Pudjiyanto. Dalam sebulan, Pudjiyanto bisa memanen 1 ton daging buah basah. Daging buah tersebut diiris halus lalu dijemur selama 5 hari agar mengering. Karena yang laku dijual hanya yang kering saja.
Dari satu ton daging buah basah bisa dihasilkan 200 kg daging buah kering. "Perbandingannya, 5 kg daging buah basah bisa jadi 1 kg daging buah kering," lanjut Pudjiyono. Harganya, daging buah basah Rp 400 per kg. Sementara daging buah kering Rp 6500 per kg.
Hasil penanaman petani bukit Menoreh dijual ke produsen teh mahkota dewa, PT Salama Nusantara. "Perusahaan ini sudah menjadi induk para petani mahkota dewa di sini," ujar Pudjiyono. Setiap bulan, 20 ton mahkota dewa kering hasil panenan petani bukit Menoreh disetorkan ke perusahaan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News