Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Kemaritiman) Luhut B. Pandjaitan menyatakan, penerapan campuran 30 persen minyak sawit dengan mandatori B30 harus dilakukan dengan cepat dan serius demi kepentingan nasional.
“Jadi kalau semua merasa ini harus cepat, ya memang harus cepat. Karena ini persoalan lama. Kita sudah studi sejak 2004, jadi ini memang bukan persoalan baru,” kata Menko Luhut saat meninjau laboratorium teknik reaksi kimia dan katalis di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Rabu (30/1), dalam siaran pers.
Menurut Menko Luhut, keputusan penerapan B30 merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi impor dan menekan defisit neraca transaksi berjalan atau current account defisit (CAD).
“Ini adalah suatu keputusan strategis. Presiden sedang berproses, sekarang itu kita akan mengurangi impor crude oil secara signifikan. Ini juga membuat kita tidak akan tergantung dengan negara manapun dan kemandirian kita sebagai bangsa akan semakin kuat,” ungkapnya.
Saat ini program B20 sudah berjalan sedangkan B30 belum optimal. Untuk itu, ia menggandeng para ahli dan peneliti dari ITB untuk mempercepat penerapannya. Apalagi, Program Studi Teknik Kimia ITB dengan fasilitas micro activity test unit dan reaktor pilot di laboratorium telah berhasil mengkonversikan minyak kelapa/inti sawit menjadi green diesel/bioavtur.
Green diesel sendiri diklaim mirip dengan diesel minyak bumi tapi memiliki kualitas yang jauh lebih baik dibandingkan diesel dari sumber bahan bakar fosil. Hal ini terlihat dari bilangan cetana-nya yang di angka 70 - 80, yaitu lebih tinggi dari solar dari fosil yang dijual di pasaran, yaitu hanya di sekitar angka 48 - 53.
“Nanti kita masuk di 30 persen dari seluruh produksi sawit, sehingga nanti akan berdampak sangat luar biasa kepada harga sawit. Jadi sawit itu akan kita jaga di harga US$ 800 hingga US$ 1.000 per ton dan itu akan berimplikasi positif kepada para petani sawit,” target Menko Luhut.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Rektor ITB Prof. Dr. Kadarsah Suryadi mengatakan, dalam rangka menuju entrepreneurial university, ITB sudah memastikan 95 start up unit bisnis. Salah satunya adalah yang terkait dengan katalis yang sekarang akan disampaikan, yaitu biofuel berbasis sawit.
Dengan demikian, maka Indonesia nantinya dapat meningkatkan produksi biofuel berbasis sawit. Baik untuk mesin diesel, gasoline, maupun avtur. Sehingga hal itu akan memberikan manfaat yang sangat besar kepada bangsa dan negara.
“Ada 23 provinsi dengan potensi sawit, kalau nanti ke depan ke 23 provinsi ini akan menjadi sentra biofuel, maka akan meningkatkan pula supply and demand. Dan, ada 12 juta petani sawit yang mengolah sawit kerakyatan ini, maka 12 juta petani ini juga akan meningkat kesejahteraannya. Kemudian, biofuel yang berbasis sawit ini semoga akan menurunkan deficit currency negara,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News