Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui industri hulu migas sarat akan ketidakpastian baik dari faktor internal maupun eksternal.
Dia menjelaskan, salah satu faktor yang mempengaruhi yakni fluktuasi harga minyak serta regulasi dan perizinan yang kompleks serta kebutuhan akan insentif pendukung keekonomian lapangan.
Padahal, dibutuhkan kepastian guna menarik investasi dan mengejar target produksi migas.
Arifin mengungkapkan ada sejumlah upaya yang sudah dilakukan pemerintah demi memangkas ketidakpastian dalam industri hulu migas.
Baca Juga: Pemerintah jajaki kerjasama perdagangan batubara ke sejumlah negara Asia
Pertama, penyederhanaan perizinan yang kini sebagian besar terkait migas telah dilimpahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Saya ingin mendengar, sudah seefektif apa sistem pelayanan itu dan mana yang harus dioptimalkan, masukan dari konvensi ini kami tunggu," terang Arifin dalam 2020 International Convention On Indonesian Upstream Oil & Gas yang diselenggarakan virtual Rabu (2/12).
Kedua, Penyediaan dan Keterbukaan Data. Arifin menerangkan, melalui Permen ESDM No.7/2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah dikalim telah mendorong keterbukaan akses data bagi para investor. Selain itu, menurut Arifin Pemerintah telah berperan aktif untuk penyediaan data baru salah satunya melalui akuisisi data seismic 2D 32.200 km Open Area oleh PHE Jambi Merang.
Ketiga, Fleksibilitas sistem fiskal dimana para Kontraktor Kontrak kerja Sama (KKKS) kini dapat mengadopsi dua skema kontrka yakni Gross Split dan Cost Recovery.
"Harapannya investasi subsektor migas semakin menarik dan meningkat," jelas Arifin.
Keempat, penguatan integrasi hulu dan hilir. Arifin memaparkan demi mempercepat monetisasi yang timbul dari gap harga keekonomian hulu dan daya serap hilir maka pemerintah menyusun kebijakan penyesuaian harga gas. Langkah ini diklaim dapat berdampak pada tumbuhnya industri domestik.
Selain itu, Arifin memastikan saat ini pihaknya tengah menyusun kebijakan Grand Strategi Energi Nasional.
Terakhir, stimulus fiskal. Dia mengungkapkan kejayaan migas harus diakui telah berlalu. Oleh karenanya, saat ini Pemerintah disebut tidak lagi mengedepankan besarnya bagi hasil (split) untuk negara.
Baca Juga: Kementerian ESDM pastikan pengelolaan APBN utamakan transparansi dan akuntabilitas
"Tetapi lebih diarahkan mendorong agar proyek migas dapat berjalan melalui pemberian insentif bagi beberapa Plan of Development (POD) yang selama ini dinilai tidak ekonomis oleh kontraktor," jelas Arifin.
Asal tahu saja, berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi minyak diperkirakan akan meningkat dari 1,66 juta bopd menjadi 3,97 juta bopd di tahun 2050 atau naik sebesar 139%. Sedangkan untuk konsumsi gas meningkat lebih besar lagi, dari 6 ribu MMSCFD menjadi 26 ribu MMSCFD pada tahun 2050 atau naik 298%.
Selanjutnya: Industri biodiesel dukung energi hijau untuk topang ekonomi di tengah pandemi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News