kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mercer: Fleksibilitas dalam Bekerja Sangat Karyawan Butuhkan bagi Pengembangan Karier


Rabu, 22 Maret 2023 / 18:27 WIB
Mercer: Fleksibilitas dalam Bekerja Sangat Karyawan Butuhkan bagi Pengembangan Karier
ILUSTRASI. Mercer: Fleksibilitas dalam Bekerja Sangat Karyawan Butuhkan bagi Pengembangan Karier.


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Jane Aprilyani

KONTAN.CO.ID - Perusahaan layanan sumber daya manusia (SDM), Mercer Indonesia mencatat, fleksibilitas dalam bekerja sangat karyawan perusahaan butuhkan bagi yang ingin berkembang secara karier.

Berdasarkan survei Global Talent Trends 2023, hanya 31% perusahaan di Indonesia yang menawarkan pilihan fleksibilitas kerja bagi para karyawannya. Angka ini lebih rendah dari rata-rata koresponden global sebesar 56%.

Lebih jauh lagi, 43% di antaranya tidak berencana untuk memberikan penawaran tersebut ke depan.

Hasil itu berbenturan dengan ekspektasi karyawan, di mana 7 dari 10 karyawan di Asia berpendapat, keuntungan bisa bekerja jarak jauh atau hybrid menjadi aspek penting bagi mereka saat menerima tawaran kerja.

Director of Career Services Mercer Indonesia Isdar Andre Mawan mengatakan, perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memberikan peluang bagi para karyawan untuk berkembang. Mereka berusaha menciptakan dan mengoptimalkan lingkungan kerja yang ideal.

"Hal ini perlu dilakukan secara terus menerus supaya dapat terbangun momentum kuat dalam menciptakan tenaga kerja yang aktif terlibat pada setiap kegiatan di perusahaan dan mereka menjadi terampil," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/3).

Baca Juga: Tren Program Pensiun Iuran Pasti

Menurut Isdar, perusahaan bisa menerapkan lebih banyak strategi dan memberikan pengaturan kerja yang lebih fleksibel. Pengaturan ini bisa menjadi acuan penting untuk menarik dan mempertahankan para pekerja.

Perusahaan pun sebaiknya berinvestasi dan berinisiatif memberikan kesejahteraan secara total serta holistik demi mempertahankan pekerja yang ada.

"Mereka pun dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan efisiensi kerja. Sehingga, keterlibatan karyawan dalam pekerjaan yang dilakukan dapat bernilai lebih tinggi," imbuh Isdar.

Menghadapi berbagai kondisi tersebut, para pemimpin SDM dari 76 perusahaan responden di Indonesia mengatakan, mereka berniat untuk merancang proses perekrutan, promosi, dan manajemen talenta berdasarkan keahlian (62%).

Kemudian, meningkatkan pengalaman karyawan sebagai modal kerja utama mereka (59%), memperbaiki program kerja terkait tenaga kerja (57%), serta mengatur ulang tanggungjawab karyawan demi memperdalam keahlian mereka (57%) di tahun ini.

Baca Juga: Mercer: Pandemi Covid-19 memperburuk kondisi pensiun

Bekerja dalam kemitraan

Sehubungan ada inflasi ekonomi, 50% perusahaan di Indonesia, dibandingkan 26% perusahaan lain di Asia dan global, mengaku memanfaatkan bonus untuk meningkatkan total paket kompensasi karyawan.

Perusahaan-perusahaan tersebut enggan memperbesar gaji pokok mereka demi menghindari komitmen jangka panjang.

Sementara dalam aspek memberikan pendapatan sebagai penyesuaian biaya hidup atau kenaikan upah, perusahaan-perusahaan Indonesia (24%) sedikit lebih baik dibanding rata-rata perusahaan lain di Asia (22%), namun masih berada di bawah rata-rata global (29%).

Hal ini diyakini merupakan cara yang lebih berkelanjutan dalam mengelola kompensasi bagi organisasi.

Pemberian kesejahteraan secara total

Kesejahteraan karyawan turut menjadi hal krusial supaya dapat menarik dan mempertahankan karyawan, selain memberikan gaji yang adil. Kesejahteraan tersebut meliputi kesejahteraan fisik, mental, sosial, dan finansial.

Para pengusaha di Indonesia (45%) memberlakukan karyawannya jauh lebih baik dibanding perusahaan lain di Asia (39%) terkait pertimbangan beban kerja dengan kesejahteraan bagi karyawannya.

Misalnya, memperkenalkan sistem hari-tanpa-rapat kepada para karyawan, jadi tidak setiap hari karyawan harus mengadakan rapat.

Namun, perusahaan di Indonesia tertinggal dari Asia dalam hal lain,seperti menjadikan isu kesehatan mental bukanlah aib atau memalukan dan mendorong perawatan diri serta menyediakan layanan kesehatan mental virtual saat diperlukan.

Hanya 28% perusahaan di Indonesia yang telah meningkatkan aksesibilitas program bantuan karyawan hingga ke para pekerja garis depan (frontliners).

Baca Juga: Reformasi Sistem Pensiun di Masa Sulit

Mengedepankan energi kolektif

Studi GTT tahun lalu menemukan, 8 dari 10 karyawan berisiko mengalami burnout. Sehingga, tahun ini, 96% perusahaan di Indonesia mengambil langkah menciptakan lingkungan kerja yang mementingkan pribadi tiap individu.

Salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan membangun budaya kerja yang mengajak karyawannya untuk menjadi diri sendiri (62%) dan berinvestasi dalam berbagai pelatihan supaya dapat berkolaborasi secara efektif (51%).

Juga, menata ulang pekerjaan serta proses kerja yang mempertimbangkan kesejahteraan karyawan (49%).

Pada waktu yang sama, banyak perusahaan juga memprioritaskan transformasi kantornya pasca Covid-19.

Para pemimpin SDM di Indonesia juga menghadapi keprihatinan tersendiri dalam menyeimbangkan rencana transformasi dengan pola pikir untuk bertahan hidup dan mewujudkan transformasi dengan anggaran yang ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×