Reporter: Ahmad Febrian, Nur Qolbi | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persetujuan Ooredoo Group dan CK Hutchison hanyalah langkah awal. Masih ada segepok persoalan yang harus diselesaikan. Salah satunya soal spektrum frekuensi.
Apakah spektrum salah satu perusahaan harus dikembalikan ke pemerintah seperti saat XL Axiata dan Axis bergabung? Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Marwan Batubara menyatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) perlu melakukan evaluasi dan realokasi spektrum frekuensi radio perusahaan hasil merger.
Menurutnya, Kominfo harus melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas menjaga kompetisi dan mengawasi persaingan usaha yang sehat. "Realokasi bisa menjadi syarat utama merger. Pemerintah melalui Kominfo bisa memberikan izin merger dengan syarat sebagian frekuensi yang mereka kuasai dapat dikembalikan ke Pemerintah," saran Marwan, dalam keterangannya, Senin (27/9).
Sebelumnya Kominfo berani menarik spektrum frekuensi radio dari perusahaan hasil merger atau akuisisi XL Axiata dan Axis. Menurut dia itu karena besarnya potensi penguasaan spektrum frekuensi radio dan saat ini ketentuan evaluasi dimaksud diaturdalam UU Cipta Kerja dan turunannya,
"Menurut Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, frekuensi merupakan sumber daya terbatas dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Dari merger Indosat dan H3I ini sudah seharusnya negara mendapatkan kemanfaatan yang besar dari spektrum frekuensi radio,” tegas Marwan lagi.
Sementara Indosat Ooredoo optimistis keberadaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) justru akan mempermudah rencana merger perusahaan dengan PT Hutchison 3 Indonesia (H3I). Kemudahan tersebut termasuk dalam hal penggabungan spektrum kedua perusahaan ini.
Direktur & Chief Operating Officer Indosat Ooredoo, Vikram Sinha menjelaskan, persoalan jatah spektrum saat PT XL Axiata Tbk dan PT AXIS Telecom Indonesia merger pada tahun 2014 tidak akan terjadi pada merger Indosat Ooredoo-H3I kali ini. Pasalnya, setelah Omnibus Law berlaku, sejumlah ketentuan dalam ranah telekomunikasi, termasuk spektrum ikut berubah.
Vikram menuturkan, selama pandemi Covid-19, pemerintah juga menyadari betapa pentingnya memanfaatkan spektrum secara efektif demi memenuhi kebutuhan konektivitas masyarakat. "Itu sebabnya Omnibus Law memberikan dukungan kepada pemegang saham agar yakin dan siap berinvestasi. Jadi, ini jangan bandingkan dengan merger XL Axiata dan Axis," ucap Vikram.
Ketentuan Omnibus Law tersebut memungkinkan operator telekomunikasi bisa berbagi spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru. Di samping itu, perusahaan telekomunikasi juga dapat melakukan pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio dengan penyelenggara telekomunikasi lainVikram mengatakan, saat ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan regulator terkait untuk mendiskusikan masalah spektrum tersebut.
Bola memang di tangan regulator. Namun sepertinya belum ada gambaran jelas. Mengutip Kompas.com, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menyatakan, penggunaan seluruh spektrum dimungkinkan oleh peraturan yg berlaku sesuai hasil evaluasi tim Kominfo.
Indosat dan Tri Baru resmi merger setelah mendapat persetujuan pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Semua aspek akan dievaluasi oleh pemerintah, termasuk alokasi spektrum.
"Undang Undang Cipta Kerja sektor Postelsiar mendorong agar terjadinya efisiensi pemanfaatan sumber daya spekturm, sharing infrastruktur dan tata kelola tarif (batas atas dan batas bawah)," kata Johnny. Ia juga mengatakan hal ini akan disesuakan dengan kebutuhan dan rencana bisnis ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News