kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.690.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.300   35,00   0,21%
  • IDX 6.636   18,15   0,27%
  • KOMPAS100 963   0,22   0,02%
  • LQ45 750   -3,09   -0,41%
  • ISSI 206   1,44   0,70%
  • IDX30 391   -0,88   -0,23%
  • IDXHIDIV20 470   -5,41   -1,14%
  • IDX80 109   -0,01   -0,01%
  • IDXV30 113   0,06   0,05%
  • IDXQ30 128   -0,77   -0,60%

Meski Ada B40, Produksi CPO Nasional Berpotensi Tumbuh Terbatas


Minggu, 09 Maret 2025 / 20:59 WIB
Meski Ada B40, Produksi CPO Nasional Berpotensi Tumbuh Terbatas
ILUSTRASI. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) berpotensi tumbuh secara terbatas pada 2025. Pada periode yang sama, terdapat risiko bahwa ekspor CPO dari Indonesia mengalami perlambatan.

Sebagaimana diketahui, produksi CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) di Indonesia sepanjang 2024 tercatat sebesar 52,76 juta ton, atau lebih rendah 3,80% year on year (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. 

Penurunan produksi ini berdampak pada stok minyak sawit yang semakin menipis. Hingga akhir 2024, stok CPO dan PKO di dalam negeri tercatat 2,58 juta ton, turun 18,06% dibandingkan akhir 2023. 

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono bilang menyebut produksi CPO cenderung stagnan karena banyak tanaman sawit yang sudah sudah tua. Lantaran pertumbuhan pasokan yang lambat, harga CPO dan minyak nabati utama lainnya mengalami kenaikan. 

"Harga minyak sawit juga naik karena turunnya output minyak bunga matahari akibat kekeringan dan rendahnya stok kanola," ujar dia, Kamis (6/3).

Baca Juga: Kementerian ESDM: Program B40 Tahun 2025 Butuh 14,2 Juta Ton CPO

Selain produksi, volume ekspor minyak sawit Indonesia juga menyusut 2,68 juta ton dari 32,2 juta ton pada 2023 menjadi 29,5 juta ton pada 2024. Gapki menyebut, penurunan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan China yakni sebesar 2,3 juta ton dan India sebesar 1,1 juta ton. Di sisi lain, ekspor minyak sawit ke Pakistan naik 489.000 ton pada 2024 lalu. Begitu pula dengan ekspor ke Timur Tengah yang tumbuh 164.000 ton.

Gapki memperkirakan produksi CPO dan PKO nasional bakal kembali stagnan atau hanya tumbuh tipis 1,7% menjadi 53,60 juta ton pada 2025. Lagi-lagi, hal ini terjadi sebagai imbas dari menuanya sebagian tanaman sawit di Tanah Air. 

Di sisi lain, implementasi program biodiesel B40 dan kondisi cuaca yang bersahabat dapat menjadi faktor pendorong kenaikan produksi CPO dan PKO pada tahun ini meski relatif terbatas. Ditambah lagi, kebijakan B40 berdampak pada kenaikan harga CPO terutama pada kuartal I-2025, sehingga para produsen tetap bersemangat meningkatkan kemampuan produksi. 

"Produksi CPO tetap berpotensi naik sekitar 1 juta ton," kata Eddy secara terpisah, Minggu (6/3).

Berdasarkan data Gapki, program B40 bakal mengerek biodiesel sebesar 18,7% menjadi 13,58 juta ton pada 2025. 

Baca Juga: B40 Berlaku, Gapki Proyeksi Ekspor CPO Turun 2 Juta Ton pada Tahun 2025

Di sisi lain, ekspor minyak sawit diprediksi Gapki bakal turun 6,9% menjadi 27,50 juta ton pada tahun ini. Hal tersebut disebabkan kurangnya pasokan untuk pasar ekspor yang dikhawatirkan akan berlanjut secara jangka panjang. 

Pihak Gapki pun menyatakan pentingnya perumusan strategi peningkatan produksi minyak kelapa sawit untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan biodiesel sekaligus untuk menyelamatkan pasar ekspor.

Salah satu emiten produsen sawit, PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) bertekad untuk meningkatkan kemampuan produksinya. Pada 2025, CSRA menargetkan dapat memproduksi Tandan Buah Segar (TBS) sebanyak 380.000 ton dan CPO sebanyak 78.000 ton. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi produksi TBS dan CPO perusahaan pada tahun lalu masing-masing sebesar 317.000 ton dan 55.700 ton.

“Secara otomatis produksi CPO perusahaan akan meningkat karena Pabrik Kelapa Sawit (PKS) 3 di Region Sumatera Selatan diproyeksikan sudah dapat beroperasi,” ujar Seman Sendjaja, Direktur Cisadane Sawit Raya, Minggu (9/3).

Manajemen CSRA juga menilai, faktor penentu produksi CPO perusahaan tahun ini adalah kondisi curah hujan dan perubahan iklim, termasuk kendala lainnya seperti ancaman banjir dan kebakaran lahan. Risiko ini sudah diantisipasi oleh CSRA dengan pola perawatan tanaman berdasarkan praktik agronomi terbaik, pemantauan cuaca, dan pemantauan titik api.

Baca Juga: Produksi Stagnan, Harga CPO Diprediksi Terus Meningkat

Selanjutnya: Cuan dari Co-Living, Indekos Gaya Kekinian

Menarik Dibaca: 14 Ramuan untuk Menurunkan Kolesterol Tinggi secara Alami

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×