Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak sawit mentah (CPO) global diprediksi terus meningkat. Hal itu dipicu masalan stagnasi produksi, penurunan ekspor serta menurunnya pasokan minyak nabati di pasar internasional.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono bilang menyebut produksi CPO cenderung stagnan karena banyak tanaman sawit yang sudah sudah tua.
"Harga minyak sawit dan minyak nabati utama lainnya mengalami kenaikan karena lambatnya pertumbuhan pasokan minyak sawit akibat age profile yang cenderung menua, turunnya output minyak bunga matahari akibat kekeringan dan rendahnya stok kanola,” kata Eddy dalam konferensi pers di Ayana Ballroom Jakarta, Kamis (6/3).
Baca Juga: Gapki: Kenaikan Pajak Impor India akan Pengaruhi Kinerja Ekspor CPO
Tingginya harga minya sawit tak selalu menguntungkan. Eddy menyebut hal ini justru menjadi tantangan bagi produsen minyak sawit seperti Indonesia karena banyak negara importir yang sudah mulai beralih ke minyak nabati lain.
"Nah yang kita khawatir kalu konsumen itu suadh beralih ke minyak nabati lain, untuk kembali ke sawit rasanya butuh effort yang cukup besar," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono melaporkan produksi CPO pada Desember 2024 mencapai 3,87 juta ton, turun 10,55 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Secara total, produksi CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) sepanjang 2024 tercatat sebesar 52,76 juta ton, lebih rendah 3,80 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan produksi ini berdampak pada stok minyak sawit yang semakin menipis. Hingga akhir 2024, stok CPO dan PKO tercatat 2,58 juta ton, turun 18,06 persen dibandingkan akhir 2023.
Baca Juga: Austindo Nusantara Jaya (ANJT) Catat Produksi CPO 21.047 Ton per Januari 2025
"Dengan mempertimbangkan tren produksi dan konsumsi domestik, termasuk kebijakan biodiesel, produksi minyak sawit Indonesia pada 2025 diperkirakan mencapai 53,6 juta ton," kata Mukti.
Sementara dari segi volume ekspor, juga terjadi penurunan mencapai 2.680 ribu ton yaitu dari tahun 2023 sebanyak 32,2 juta ton menjadi 29,5 juta ton ton di tahun 2024.
Mukti menyebut, penurunan terbesar terjadi untuk tujuan China sebesar 2.3 juta tin ton, India sebesar 1,1 juta ton ton.
Sementara, negara tujuan ekspor yang mengalami kenaikan terbesar yakni Pakista mencapai 489 ribu ton, dan Timur Tengah sebesar 164 ribu ton.
"Sedangkan Rusia dan beberapa negara lain mengalami kenaikan tapi dalam jumlah kecil," pungkasnya.
Baca Juga: Harga Komoditas Naik, Laba Emiten CPO Grup Salim Membaik Pada 2024
Selanjutnya: Sunarso Borong Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Saat Harga Turun
Menarik Dibaca: Jaga Kebugaran Saat Puasa, Ini Tips Diet Tanpa Nyeri Lambung dari Lighthouse
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News