Reporter: Leni Wandira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksi ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah Indonesia turun sekitar 2 juta ton di tahun 2025.
Penurunan tersebut, seiring dengan diterapkannya kebijakan mandatori B40. Kebijakan ini mewajibkan pencampuran 40% bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit ke dalam campuran solar, yang akan meningkatkan konsumsi dalam negeri dan mengurangi pasokan CPO untuk diekspor.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengungkapkan, pada tahun 2024, ekspor CPO Indonesia diperkirakan turun sekitar 3 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini disebabkan oleh stagnan-nya produksi CPO, yang diprediksi tetap stabil pada level 50 juta ton. Jumlah tersebut sama dengan produksi CPO di tahun 2023 yang tercatat sebesar 50,07 juta ton.
Nah, dengan proyeksi produksi yang tetap stagnan, Eddy memperkirakan ekspor di tahun ini bisa turun sekitar 2 juta ton.
Baca Juga: B40 Berlaku, Harga CPO Diprediksi Naik Tapi Volume Ekspor Berpotensi Dipangkas
Pasalnya, dengan diberlakukannya kebijakan B40, sebagian besar CPO yang biasanya diekspor akan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar nabati dalam negeri. Oleh karena itu, ekspor diperkirakan akan menurun sekitar 2 juta ton pada tahun 2025.
"Tahun 2024 dibandingkan tahun 2023 terjadi penurunan ekspor sekitar 3 juta ton. Kalau kondisi produksi stagnan seperti saat ini kemungkinan ekspor akan turun sekitar 2 juta ton," ujar Eddy kepada KONTAN, Kamis (16/1).
Seiring dengan penurunan ekspor, harga CPO domestik diperkirakan akan tetap stabil pada level sekitar USD 1.000 per ton pada 2025. Namun, Eddy menyatakan bahwa harga bisa mengalami lonjakan jika pasokan minyak nabati global, seperti minyak kedelai dan rapeseed, mengalami kekurangan, atau jika Indonesia mengalami penurunan ekspor lebih lanjut.
"Harga tahun ini masih di sekitar US$ 1.000, kecuali nanti minyak nabati lain suplai kurang dan Indonesia juga kurang ekspornya maka harga akan naik," imbuhnya.
Eddy juga menambahkan bahwa produksi CPO Indonesia pada 2025 diperkirakan masih akan stagnan, mengingat tidak ada indikasi signifikan akan terjadinya lonjakan produksi dalam waktu dekat.
Dengan penurunan ekspor yang diperkirakan terjadi, pungutan ekspor CPO juga akan terpengaruh. Eddy memperkirakan bahwa pungutan ekspor akan mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya volume ekspor, yang tentu saja berdampak pada pendapatan negara dari sektor kelapa sawit.
Baca Juga: Pemerintah Batasi Ekspor Limbah Sawit, Begini Respon Gapki
“Jika ekspor turun, otomatis pungutan ekspor juga akan berkurang," tegasnya.
Sebagai informasi, kebijakan B40 merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan. Sektor kelapa sawit diharapkan dapat menjadi bagian penting dari transisi energi ini, meskipun dampak jangka pendek terhadap ekspor dan pungutan ekspor perlu diperhatikan dengan cermat.
Selanjutnya: Afiliasi Lazada Jadi Pilihan Cerdas di 2025, Begini Kisah Sukses PamPam
Menarik Dibaca: Afiliasi Lazada Jadi Pilihan Cerdas di 2025, Begini Kisah Sukses PamPam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News