Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Industri petrokimia nasional rupanya tetap menarik bagi investor asing. Buktinya, Mitsubishi Group tengah menjajaki pembangunan pabrik petrokimia terintegrasi senilai US$ 1,5 miliar di Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim).
Mitsubishi berencana membangun pabrik petrokimia berkapasitas 500.000 ton per tahun. Pabrik berteknologi gasifikasi batubara itu akan memproduksi antara lain acetic acid dan acetylene yang merupakan bahan baku plastik, komponen elektronik dan otomotif, serta serat sintetis.
Mitsubishi telah menyelesaikan studi kelayakan pembangunan pabrik tersebut. "Kemungkinan pabrik berdiri dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Bentuknya, satu kompleks petrokimia terintegrasi, berbasis gasifikasi batubara," kata Ketua Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) Hidayat Nyakman, Selasa (9/6).
Berdasarkan studi kelayakan, pabrik di atas lahan seluas 37 hektare ini setidaknya membutuhkan bahan baku batubara sebanyak 10 juta ton per tahun. Itu sebabnya, mereka memilih Kaltim menjadi lokasi pabrik. Daerah ini terkenal sebagai penghasil batubara terbesar di Indonesia. “Mereka telah membuat nota kesepahaman dengan KPC dan Arutmin,” kata Hidayat.
Untuk gasifikasi batubara, Mitsubishi menggandeng konsultan asal China. Perusahaan asal Jepang ini juga berencana menggandeng perusahaan lokal sebagai mitra kerja. Salah satunya kemungkinannya adalah PT Pupuk Kaltim.
Meski berbagai persiapan sudah dilakukan, kata Hidayat, realisasi investasi ini masih terbentur beberapa kendala. Salah satunya soal harga batubara yang masih lebih mahal dari harga gas. Saat ini harga batubara kalori rendah mencapai US$ 40 per ton. Ini setara dengan harga gas US$ 3 per mmbtu. "Sebab itu, mereka menunggu hingga ada keseimbangan antara harga gas dengan harga batubara," kata Hidayat.
Rencana Mitsubishi ini tentu saja menuai sambutan baik dari Pemerintah. Dirjen Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian Benny Wachjudi menilai, peluang investasi di sektor petrokimia masih terbuka lebar.
Beberapa subsektor di bidang usaha ini, papar Benny, belum tergarap optimal. Maka itu, industri berbahan baku petrokimia masih bergantung pada impor. "Ini peluang investasi baru," ujar Benny.
Tentang dukungan Pemerintah untuk industri ini, Benny memastikan pemerintah tetap berkomitmen memberikan insentif investasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62/2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News