Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bukan pengusaha namanya kalau tidak bersiasat mencari celah bisnis. Karena pemerintah melarang aktivitas mudik selama Ramadan tahun ini, mereka beramai-ramai mengalihkan kapasitas pengangkutan penumpang yang terbengkalai untuk angkutan kargo. Meskipun begitu, pendapatannya nanti tidak akan setara dengan potensi pendapatan yang hilang.
PT Citilink Indonesia memprediksi, jumlah angkutan penumpang selama Lebaran 2020 bakal turun 70%. Oleh karenanya, anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) itu mulai memaksimalkan angkutan kargo dengan target angkut barang kebutuhan rumah tangga dan produk-produk e-commerce.
Angkutan kargo Citilink menggunakan penerbangan sewa maupun reguler dengan rute dalam negeri dan luar negeri. Dua rute internasional kargo mereka seperti Singapura dan kota-kota di China. Armadanya berupa pesawat Airbus A320 berkapasitas angkut 15 ton dan Airbus A330 berkapasitas 24 ton.
Hanya saja, sejauh ini porsi angkutan kargo Citilink masih lebih kecil dibandingkan dengan angkutan penumpang. "Jadi tentu saja volume yang ada belum pada level yang mampu memenuhi kebutuhan skala bisnis yang sustainable buat Citilink," tutur Juliandra Nurtjahjo, Presiden Direktur PT Citilink Indonesia kepada KONTAN, Senin (27/4).
Informasi saja, sebelumnya manajemen Citilink menyebutkan jumlah penumpang sepanjang tahun lalu mencapai 12,2 juta. Dengan begitu, rata-rata pengangkutan saban bulan kurang lebih 1,02 juta penumpang.
PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), pun memacu segmen angkutan barang. Kepala Kesekretariatan Perusahaan Pelni Yahya Kuncoro menjelaskan, operasional kapal logistik selama Ramadan tahun ini mengoptimalkan kapal-kapal penumpang.
Asal tahu, sekitar 50% kapal penumpang Pelni memiliki ruang yang dapat dimaksimalkan untuk angkutan kontainer kering, kontainer dengan sistem pendingin atau reefer container dan kargo umum. Beberapa kapal mereka yang lain bahkan mampu mengangkut kendaraan.
Kalau PT Kereta Api Indonesia (KAI) boleh jadi tidak terlampau terdampak oleh penurunan penumpang akibat larangan mudik. Sebab, komposisi pengangkutan mereka sejauh ini terdiri dari 36% angkutan penumpang dan selebihnya pendapatan lain temasuk angkutan barang.
Biarpun begitu, KAI tetap melecut angkutan barang. "Kami optimalkan core business lain yaitu rail express yang bergerak pada logistik barang dan pendapatan dari sisi ini cukup signifikan," ujar Joni Martinus, Vice President Public Relations KAI.
Target pengangkutan logistik KAI meliputi batubara, semen, kayu, hingga bahan bakar minyak (BBM) lewat kerjasama dengan mitra perusahaan swasta. Mereka juga mengincar angkutan barang seperti sepeda motor di area Lampung hingga Sumatera Utara. Sambil jalan, perusahaan tersebut akan memanfaatkan pengelolaan aset sewa kepada pihak ketiga.
Minta keringanan
Namun tampaknya tidak semua perusahaan jasa angkutan bisa dengan mudah mengalihkan pasar ke angkutan kargo. Lagipula, persaingan pasar di tengah pandemi Covid-19 saat ini juga sangat ketat. Alhasil, perusahaan otobus seperti PT Gunung Harta Transport Solution harus rela memarkir nganggur seluruh bus di pool.
Selama bus tidak beroperasi, harapan Gunung Harta saat ini hanyalah mendapatkan keringanan perbankan agar tak semakin terbebani dari sisi pengeluaran. "Kami sedang mengajukan relaksasi ke perbankan dan leasing," harap I Gede Yoyok Santoso, Direktur PT Gunung Harta Transport Solution.
Efek larangan angkutan penumpang tak main-main bagi industri transportasi. Denon Prawiraatmadja, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) mencatat, dalam empat bulan pertama tahun ini jumlah penumpang pesawat internasional turun 45% dan penumpang domestik susut 44% di bandara Kualanamu, Soekarno-Hatta, Juanda dan I Gusti Ngurah Rai.
Total kerugian maskapai untuk penerbangan domestik US$ 812 juta sedangkan total kerugian maskapai untuk penerbangan internasional US$ 749 juta. Kerugian itu terjadi sejak pandemi Covid-19. Para maskapai penerbangan mulai kesulitan mendapatkan penumpang sejak penghentian penerbangan rute China dan Arab Saudi mulai Januari atau Februari 2020 lalu.
Pengamat penerbangan Alvin Lie memproyeksikan, pendapatan maskapai penerbangan akan turun lebih dari 90% selama larangan mudik berlaku. Pasalnya, maskapai penerbangan hanya mengoperasikan 20%-30% dari rute normal penerbangan. Belum lagi ada pula aturan tentang physical distancing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News