Reporter: Ika Puspitasari, Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi mempercepat larangan ekspor bijih nikel atau nikel ore. Larangan ekspor bijih nikel ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020, atau dua tahun lebih cepat dari rencana semula.
"Saat ini, kami sudah menandatangani Peraturan Menteri (Permen) ESDM yang intinya mengenai penghentian untuk insentif ekspor nikel bagi pembangunan nikel per tanggal 1 januari 2020. Jadi mulai 1 Januari 2020 sudah tidak ada lagi (ekspor)," ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono di Jakarta, Senin (2/9).
Baca Juga: Ekspor ore nikel distop, Dirut Antam: Tidak ada dampak signifikan
Ia menyampaikan ada beberapa hal yang melatarbelakangi adanya keputusan atau kebijakan mempercepat larangan ekspor nikel ini. Pertama, untuk menjaga cadangan nikel.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini cadangan terbukti komoditas nikel nasional Indonesia sebesar 698 juta ton. Cadangan ini hanya menjamin suplai bijih nikel untuk fasilitas pemurnian selama 7 tahun hingga 8 tahun. Sedangkan cadangan terkira sebesar 2,8 miliar ton. Untuk meningkatkan cadangan terkira menjadi terbukti masih memerlukan faktor pengubah seperti kemudahan akses, perizinan, dan keekonomian.
Dengan begitu, kata Bambang, cadangan yang ada sekarang ini belum dapat memenuhi umur keekonomian fasilitas pemurnian sehingga pemerintah memperlukan upaya penghentian rekomendasi ekspor bijih nikel kadar rendah hingga 31 Desember 2019.
Baca Juga: Catat! Larangan Ekspor Bijih Nikel Mulai Berlaku Akhir Desember 2019
Dari periode 2017 hingga Juli 2019, jumlah rekomendasi ekspor bijih nikel sebanyak 76,27 juta ton dengan realisasi 38,30 juta ton.
Lantas apa pertimbangan lain mempercepat larangan ekspor bijih nikel?
Kedua, pertimbangan mempercepat larangan eskpor nikel juga lantaran banyaknya smelter nikel yang sudah ada di dalam negeri. Bambang bilang, saat ini sudah ada sebanyak 11 smelter yang terbangun serta 25 smelter dalam tahap pembangunan, sehingga totalnya bakal ada 36 smelter.
Ketiga, adanya teknologi untuk mengolah nikel kadar rendah yang bisa diubah menjadi cobalt serta lithium sebagai bahan baku pembuatan baterai untuk kendaraan listrik.
Baca Juga: Kementerian ESDM kembali keluarkan aturan soal smelter, apa saja isinya...
Bambang menambahkan, peraturan ini tengah diproses di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Jadi itu latar belakangnya, Permennya masih diproses di Kemenkumham," imbuhnya.
Spekulasi percepatan larangan ekspor bijih nikel telah mendorong harga nikel. Senin (2/9), harga nikel untuk kontrak tiga bulan di London Metal Exchange naik 3% menjadi US$ 18.470 per ton, tertinggi dalam hampir lima tahun terakhir.
Baca Juga: Cirus sayangkan rencana percepat larangan ekspor bijih nikel
Goldman Sachs dalam sebuah catatan Minggu (1/9) memperkirakan harga nikel akan mencapai US$ 20.000 per ton dalam tiga bulan ke depan karena larangan ekspor bijih nikel tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News