Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. China dan India, dua negara importir terbesar batubara tengah menggeber penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). Akibatnya, harga batubara pun tidak lagi membara dan terus mengalami penurunan.
Untuk diketahui, harga batubara dunia untuk kontrak bulan Juli 2024 merosot di tengah agresifnya China dan India yang menambah kapasitas energi baru terbarukan. Melansir Refinitiv, di perdagangan periode 3-7 Juni 2024 harga batubara turun cukup dalam.
Harga batubara semula berada di level US$ 144,45 per ton dan di akhir perdagangan pekan ini menjadi US$ 133 per ton atau turun lebih dari US$ 11 per ton dalam waktu 5 hari.
Penurunan harga batubara ini disebabkan China sebagai importir batubara fokus menggeber EBT dan akan menjadi pemimpin dalam penerapan EBT.
International Energy Agency (IEA) mengungkapkan bahwa China memasang hampir 350 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan baru pada tahun 2023.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Indika Energy (INDY) di Tengah Tekanan Harga Batubara
Selain China, India sebagai produsen gas rumah kaca terbesar di dunia sekaligus negara importir batubara berencana menggenjot kapasitas EBT bahan bakar non-fosil sebesar 500 GW pada tahun 2030, angka yang mencakup nuklir sekitar 15 GW sementara mayoritas adalah 293 GW tenaga surya dan 100 GW tenaga angin.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia memproyeksikan harga batubara acuan (HBA) hingga akhir tahun fluktuatif sekitar US$ 110 per ton - US$ 120 per ton. Rata-rata HBA Januari - Mei berada pada kisaran US$ 118 per ton, lebih rendah 40% dari rata-rata HBA tahun sebelumnya sebesar US$ 201 per ton.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai, penurunan harga batubara jika terus berlanjut akan mempengaruhi kinerja emiten batubara dan bisa menjadi faktor tidak tercapainya target tahun ini.
"Tetapi saya rasa masih ada potensi untuk harga batubara kembali naik, paling tidak menjelang akhir tahun dimungkinkan mengalami kenaikan," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (7/6).
Menurut Bisman, mitigasi perlu dilakukan oleh Pemerintah dengan merevisi target produksi tahun ini, angka 922 juta MT terlalu besar. Bagi perusahaan, juga perlu evaluasi target produksinya di RKAB dan perlu juga langkah-langkah efisiensi operasional.
"Sedangkan dalam jangka panjang emiten batubara perlu inovasi dan ekspansi bisnis yang tidak hanya terfokus utama pada batubara, isu global transisi energi mau tidak mau sudah harus mulai pengembangan bisnis mengarah pada energi terbarukan," ungkapnya.
Berbeda, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli memandang harga batubara Indonesia dipengaruhi oleh demand terutama oleh China dan India.
"Namun, China dan India terus menambah kapasitas PLTU-nya dan kebutuhan batubara diperkirakan akan naik," jelasnya kepada KONTAN, Jumat (7/6).
Rizal menuturkan, Amerika Serikat sekarang juga mengaktifkan PLTU-nya untuk penambahan kapasitas data bagi industrinya, sehingga harga masih tetap menarik untuk tahun ini.
"Apalagi dengan banyaknya perusahaan yang tidak mendapatkan pengesahan RKAB, otomatis supply akan berkurang. Harga komoditas batubata tetap akan seperti ini, berfluktuasi karena sentimen pasar," imbuh Rizal.
Baca Juga: Prospek Masih Buram, Begini Rekomendasi Saham Emiten Batubara dari Analis
Sementara itu, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) Febriati Nadira mengungkapkan, harga batubara bergerak mengikuti siklus dan akan selalu berfluktuasi.
"Kami akan tetap fokus pada segala sesuatu yang dapat kami kontrol seperti kontrol operasional untuk memastikan pencapaian target perusahaan dan efisiensi biaya," kata Febriati alias Ira kepada KONTAN, Jumat (7/6).
Ira menuturkan, keunggulan operasional serta efisiensi biaya merupakan hal-hal yang menjadi perhatian perusahaan. Selain itu Adaro juga terus berupaya mengembangkan dan mendiversifikasi bisnis untuk meningkatkan kontribusi dari bidang non batu bara termal dengan terus berperan aktif dalam proyek mineral dan energi terbarukan.
"Adaro tetap yakin bahwa fundamental sektor batubara dan energi di jangka panjang tetap kokoh terutama kepada dukungan aktivitas pembangunan di negara-negara Asia," tuturnya.
Ira menerangkan, Adaro optimis terhadap prospek masa depan Grup Adaro dan keinginan Adaro untuk mendiversifikasi sumber pendapatan. Sebagai perusahaan penyedia energi nasional, Adaro ingin berperan penting untuk mendukung transformasi ekonomi Indonesia di antaranya mengambil peluang untuk mendukung ekonomi hijau.
Melalui pilar Adaro Minerals, kata Ira, Adaro terus mendukung program pemerintah dan berpartisipasi dalam program hilirisasi mineral dan pengembangan ekonomi hijau di Indonesia dengan berkomitmen membangun smelter aluminum di provinsi Kalimantan Utara.
Sedangkan melalui pilar Adaro Green, Adaro terus berperan aktif dalam proyek-proyek energi terbarukan untuk hilirisasi/minerals processing serta berpartisipasi aktif dalam tender berbagai pembangkit listrik terbarukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News